Halaman:Laporan Hasil Penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana.pdf/164

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

untuk pengambilan aset di luar negeri sangat membutuhkan MLA. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk memperluas scope UU MLA ke gugatan perdata agar aset koruptor dapat diambil karena selama ini UU MLA hanya menfasilitasi bantuan hukum khusus di bidang pidana.242

Keempat, perlu adanya amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana (UU MLA). Saat ini UU MLA hanya mengatur tentang bantuan hukum dalam masalah pidana saja.243 Hal ini tentu dapat menjadi hambatan terhadap efektivitas dari NCB terutama apabila instrumen ini dipakai untuk menyita dan mengambilalih aset di luar negeri. Oleh karena itu, perlu perlu dipertimbangkan untuk memperluas jurisdiction scope dari UU MLA dengan ditambahnya NCB sebagai salah satu objek yang dapat diminta bantuannya kepada negara asing.244

Di samping itu, pemerintah juga harus memberdayakan MLA dengan secara progresif membuat perjanjian-perjanjian MLA dengan negara lain. Saat ini Indonesia masih sangat ketinggalan jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti AS, Filipina atau Thailand yang telah membuat kurang lebih 50 perjanjian MLA.245 Selain itu, perjanjian bilateral maupun multilateral yang sudah di tandatangani pun masih ada yang belum diratifikasi seperti perjanjian bilateral dengan


————————

242 Lihat Pasal 2 dan Pasal 3 UU MLA.
243 Lihat Pasal 2 dan Pasal 3 UU MLA.
244 Anthony Kennedy, “Designing a Civil Forfeiture System: An Issues List for Policymakers and Legislators", Op. Cit , hlm. 144.

245 Yunus Husein, Bunga Rampai Anti Pencucian Uang, (Jakarta Book Terrace & Library, 2007), hlm. 358.

~157~