Halaman:Laporan Hasil Penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana.pdf/13

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dihukum serta hasil dan instrumen tindak pidananya disita dan dirampas oleh negara.

Di Indonesia, beberapa mengatur mengenai kemungkinan merampas hasil demikian, dan ketentuan instrumen berdasarkan pidana untuk tindak sudah menyita pidana.[1] Namun ketentuan-ketentuan tersebut, perampasan hanya dapat dilaksanakan setelah pelaku tindak pidana terbukti di pengadilan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak kemungkinan mekanisme yang pidana.[2] Padahal, dapat penindakan terdapat menghalangi seperti itu berbagai penyelesaian misalnya tidak ditemukannya atau meninggalnya atau adanya halangan lain yang mengakibatkan pelaku tindak pidana tidak bisa menjalani pemeriksaan di pengadilan[3] atau tidak ditemukannya bukti yang cukup untuk mengajukan tuntutan ke pengadilan dan sebab yang lainnya.

Beberapa ketentuan tindak pidana korupsi yang berlaku juga masih memunculkan beberapa permasalahan. Adanya substitusi dari keharusan membayar uang pengganti


  1. Ketentuan-ketentuan di dalam KUHP dan KUHAP serta beberapa ketentuan perundang-undangan lainnya telah mengatur mengenai kemungkinan untuk menyita dan merampas hasil dan instrumen tindak pidana meskipun pengertiannya tidak sepenuhnya sama dengan pengertian hasil dan instrumen tindak pidana yang berkembang pada saat ini.
  2. Secara teoritis Pompe mendefinisikan perbuatan pidana sebagai suatu kelakuan yang bertentangan dengan hukum (onrechmatig of wederrechtelijk), yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten) dan yang dapat dihukum (strafbaar). U. Utrecht, Hukum Pidana I, (Bandung: Penerbitan Universitas, 1960), hal. 23. Bandingkan dengan Moeljatno yang mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan adanya ancaman pidana bagi siapa yang melanggarnya. Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Liberty, 2000), hal. 54. Bandingkan juga dengan Ch.J. Enschede yang mengatakan perbuatan pidana adalah suatu perbuatan manusia yang termasuk dalam rumusan delik, melawan hukum, dan kesalahan yang dapat dicelakakan padanya ("een menselijke gedraging die valt binnen de grenzen van delictsomschrijving wederrechtelijk is en aan schuld te wijte"). Ch. J. Enschede, Beginselen van Starfrecht, (Kluwer Deventer, 10e druk, 2002), hlm. 14.
  3. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 28 September 2000 menetapkan bahwa penuntutan perkara pidana terhadap H.M. Soeharto, mantan Presiden Republik Indonesia, tidak dapat diteruskan dan sidang dihentikan.

~6~