Halaman:Laporan Hasil Penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana.pdf/14

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dengan kurungan badan yang lamanya tidak melebihi ancaman hukuman maksimum pidana pokoknya menciptakan peluang bagi pelaku korupsi untuk memilih memperpanjang masa hukuman badan dibandingkan dengan harus membayar uang pengganti.[1]

Kekeliruan paradigma terkait dengan uang pengganti kejahatan korupsi juga terkandung dalam Pasal 18 Undang-undang No.81 Tahun 1999 jo. Undang-undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di mana perampasan harta atau kekayaan hanya ditujukan kepada terpidana. Padahal modus menyembunyikan harta kekayaan hasil korupsi biasanya dengan menggunakan sanak keluarga, kerabat dekat atau orang kepercayaannya. Contoh yang paling nyata adalah kasus korupsi APBD yang melibatkan

Hendy Boedoro, mantan bupati Kendal yang telah divonis penjara oleh pengadilan tipikor di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) selama tujuh tahun beserta uang denda serta uang penganti sebesar 13,121 miliar. Putusan kasasi MA jatuh pada bulan juni 2008, akan tetapi hingga tahun 2010, Hendy Boedoro belum membayar uang pengganti sebagaimana putusan kasasi MA. Ironisnya, pada Mei 2010 istri Hendy Boedoro, Widya Kandi Susanti resmi megikuti pilkada Kendal dan menang. Padahal, untuk menjadi calon bupati, dibutuhkan uang yang tidak sedikit. Sebagaimana dituturkan oleh mantan calon walikota Semarang, Mahfud Ali, paling kurang dirinya


  1. Adnan Topan Husodo, “Catatan Kritis atas Usaha Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi” dalam Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana, (Jurnal Legislasi Indonesia, 2010), hlm. 584.

~7~