Halaman:Laporan Hasil Penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana.pdf/111

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

aset yang berada di luar yurisdiksi negara korban, adalah melalui bantuan hukum timbal-balik tersebut. Ketika aset-aset hasil korupsi ditempatkan di luar negeri, negara korban yang diwakili oleh penyelidik, penyidik atau lembaga otoritas dapat meminta kerjasama dengan negara penerima (aset hasil korupsi) untuk melakukan proses pengembalian aset. Hal ini sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 46 UNCAC, di mana negara-negara penerima aset harus memberikan bantuan kepada negara korban dalam rangka proses pengembalian aset.159


Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia telah memberikan solusi terbatas terhadap pengembalian aset koruptor dalam skala nasional melalui gugatan perdata sebagaimana diatur pada Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, ataupun melalui hukum pidana sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tuntutan pidana ini menjadi arah solusi terbatas dalam upaya pengembalian aset koruptor dengan bentuk penyitaan aset pelakunya yang tidak berkendak membayar Uang Pengganti. Kesulitan dan yang juga sudah menjadi bahagian rutinitas kendala penegakan hukum di Indonesia adalah masalah



¹⁵⁹ Bantuan hukum timbal-balik merupakan hakikat dari kerjasama internasional dalam pengembalian aset. UNCAC memberikan jalan keluar yang sangat mudah kepada negara-negara korban dalam melakukan proses pengembalian aset. Dalam hal ini, UNCAC mewajibkan setiap negara peserta untuk memberikan bantuan hukum (timbal-balik) kepada negara korban yang membutuhkan [lihat Pasal 46 ayat (1) UNCAC]. Bantuan hukum timbalbalik ini memberikan terobosan bagi negara korban untuk menembus batasan-batasan konvensional yang selama ini menjadi penghambat dalam proses pengembalian aset. Dalam hal negara-negara dengan sistem perbankan yang sangat tertutup, UNCAC memberikan kemudahan Negara-negara korban untuk dapat menelusuri atau mengakses system perbankan suatu Negara untuk memperoleh informasi atas asset hasil tindak pidana korupsi [lihat Pasal 46 ayat (8) UNCAC]. Lihat: Paku Utama, Ibid.

~104~