PENDIAM.
DIAM adalah suatu sifat jang perlu dibentangkan, karena diam itu mendjadi milik seorang Ksatrya jang hendak melakukan Ksatryaannja.
Dalam arti sehari-hari memang tidak mudah terka- tjela-tjertja pada arti diam itu, atau sebaliknja agak ringan sekali didjundjung-didjundjungnja. Orang misalnja mudah berkata: "Ada kalanja diam itu baik, tetapi ada saatnja pula diam itu tidak baik". Memisah-misahkan arti-arti sehari-hari sematjam ini memang mudah sekali. Dalam arti harian memang arti diam itu gampang ditawar atau didjual mahal atau diobral murah. Oleh karena itu orang lalu malas mentjari sa'at2nja jang manakah jang tepat untuk diam dan untuk tidak diam, hingga orang bersikap setengah-tengahnja, diam tidak dan tidak diam djuga tidak. Diam sedjati jang mendjadi miliknja Ksatrya adalah tidak bergantung atau menunggu pada saat atau tempat. Pun tidak bergantung kepada keadaan apapun djuga. Diamnja Ksatrya adalah terus tidak putusnja. Dalam bergerak sehebat-hebatnja, dalam berdjuang atau berperang sedahsjat2nja, dalam bitjara sewadjar atau sekeras-kerasnja seorang Ksatrya masih tetap diam. Djadi diam itu adalah kekal berlakunja. Tidak sekedar asal tutup mulut atau tidak menggerakkan kaki tangan misal- nja, pun asal tidak membuka suara karena takut, umpa- manja.
Diam jang kekal jang mendjadi milik Ksatrya terletak dalam dua kata: "Heneng-hening". Heneng, ialah diamnja djasmani, Hening adalah diamnja rochani. Seorang Ksatrya tentu mengerti akan harga dan dajanja dua matjam diam tersebut. Meskipun ia masih bergulet dalam tengah2 Kurusetra sehebat2nja, meskipun gerak raganja masih sekuat-kuatnja dan meskipun semangatpun berko- bar-kobar menjala-njala, lebih2 dalam waktu prihatin, heneng-hening ta' kundjung padam, malah lebih kekal dan lebih mendalamnja. Ia terus diam tidak hentinja. Terhadap sifat2 jang telah dipaparkan ialah eling-waspada, pun ridla-ichlas, lebih2 terhadap arti Kawula Gusti, maka diam itu adalah talinja karena diam itu tidak lain mela-
inkan fi'ilnja bakti antara Kawula dan Gustinja.
43