uraian itu dengan sendirinya akan memperlihatkan konsep estetika Minangkabau.
5.2 Estetika Konflik
Konflik adalah salah satu unsur pembawaan dan keberadaannya sangat urgen dalam kerangka peningkatan kualitas kehidupan manusia. Kehidupan tidak dapat berjalan dengan tegak tanpa adanya konflik. Ia sangat penting bagi manusia yang memiliki struktur tubuh yang terdiri dari akal, roh, dan raga, yang masing-masing memiliki tuntutan dan keinginan yang beraneka ragam. Keinginan manusia sangat tidak terbatas. Manusia menuntut dibebaskan dari berbagai penyakit, malapetaka, dan kekuatan alam agar ia dapat hidup. Manusia pun menuntut kehormatan lain bagi kehidupan, yang pada akhirnya justru menghadapkan mereka pada realitas yang sangat pelik dan kompleks.
Di satu sisi, mereka dihadapkan pada keburukan yang sudah menjadi hakikat alam. Di sisi lain, juga ada kebaikan yang bakal menghadapi keburukan itu sehingga mereka dapat bertahan hidup bahkan mengusainya. Konflik bukanlah sebagai tujuan. Ia hanya sebagai sarana untuk memadukan antara berbagai hal yang saling bertentangan untuk membebaskan kehidupan manusia dari kepentingan individual dan kejelakan sehingga secara berimbang mereka dapat dibawa menuju jalan yang terang dalam kehidupan mereka (Yazid, 2003).
Uraian tersebut memperlihatkan kepada kita betapa pentingnya konflik dalam realitas kehidupan manusia. Ia menjadi sarana untuk memadukan berbagai hal yang saling bertentangan menuju suatu harmoni dalam kehidupan menusia. Hal itu menujukkan kepada kita adanya unsur keindahan dalam konflik tersebut. Jadi, dapat dikatakan bahwa konflik sesungguhnya dapat menjadi sistem estetik juga. Terungkapnya konflik sebagai konsep estetik dapat dibuktikan,
tidak saja melalui kehidupan nyata, tetapi juga terdapat dalam karya sastra yang merefleksikan kehidupan manusia. Seperti apa yang dicontohkan oleh Faruk (1988) lewat sebuah drama
183