Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/194

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

pengungkapan yang digunakan bukan semata-mata persoalan teknis, melainkan persoalan hakikat dari estetika tersebut.

Pembicaraan mengenai estetika Minangkabau membawa kita pada pembicaraan tentang kato, yang dapat berarti "kata", tetapi juga dapat diartikan sebagai pumpunan kearifan yang terwujud dalam bentuk kiasan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kiasan merupakan kristalisasi pengalaman masyarakatnya, termasuk di dalamnya pengalaman estetis. Oleh sebab itu, kiasan dapat dikatakan menjadi inti estetika Minangkabau yang merupakan muara dari pengalaman estetis (Amir: 2000).

Apa yang dinyatakan Amir mengenai konsep estetika Minangkabau, juga diungkapkan oleh Fadlillah (2004). Namun, ia mengungkapkan keraguannya tentang konsep estetika Minangkabau yang banyak dirumuskan orang dalam bentuk nan kuriak kundi, nan merah sago, nan baik budi, nan indah baso. Benarkah hal itu menujukkan sesuatu yang Minangkabau karena paradigma seperti itu juga dipakai oleh orang Melayu. Konsep estetika Minangkabau itu tampak sebagai sesuatu yang Melayuistik. Menurutnya, jika hal tersebut diragukan, mungkin estetika Minangkabau itu akan diajukan pada paradigma lanak diawak katuju diurang. Sebuah konsep estetika kolektif yang ia duga dipakai di dunia Melayu.

Selanjutnya, Fadlillah (2004) menguraikan bentuk estetika Minangkabau, seperti apa yang diungkapkan oleh A.A. Navis dengan falsafah alam takambang jadi guru. Falsafah dan adat Minangkabau tersebut berdasarkan pada seluruh pepatah dan fatwa adat, berdasarkan ketentuan yang terdapat pada alam yang nyata saja. Cara berpikir mereka adalah raso jo pareso (rasa dan periksa), yaitu berpikir rasional. Namun, ia juga meragukan apakah itu benar estetika Minangkabau karena hal seperti itu juga berasal dari filosofi Budha. Jadi, yang manakah sebenarnya estetika Minangkabau itu? Dalam hal ini ia menawarkan sebuah konsep estetika Minangkabau

yang mengacu pada apa yang disimpulkan oleh Faruk H.T. mengenai estetika, yaitu estetika konflik. Pembahasan tentang estetika konflik ini akan diuraikan pada bagian berikut dari

185