Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/146

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Kehidupan kutipan di atas memperlihatkan gambaran kehidupan kaum perantau di daerah Lampung dengan sangat jelas. Kondisi yang digambarkan memberi penjelasan pada pembaca bagaimana beratnya kehidupan anak dagang di daerah tersebut. Letak geografis daerah yang saling berjauhan membuat sebagian mereka harus bermalam karena tempat berdagangnya sangat jauh dari pusat kota. Misalnya, sebuah kedai dijadikan markas untuk tempat para anak dagang menghabiskan waktu dan beristirahat menunggu esok hari, saat mereka pergi ke pelosok menjajakan dagangan. Bagi yang mampu bisa bermalam di penginapan, tetapi bagi mereka yang memiliki modal kecil, tidur di kedai sudah merupakan sebuah keberuntungan. Masih ada teman mereka yang terpaksa tidur di emperan toko dengan menahan dingin serta risiko kehilangan barang, jika tidak waspada menjaganya dari para pencuri.

Dalam Pertemuan juga digambarkan bagaimana kehidupan perdagangan di daerah rantau tersebut. Kecenderungan yang terjadi dalam perniagaan digambarkan dengan amat realistis. Misalnya, orang Minang kalah bersaing dengan orang asing yang memiliki modal besar dan sudah menguasai ilmu perdagangan dengan baik. Sementara itu, para pedagang kita masih sangat minim pengetahuannya mengenai seluk-beluk dagang. Ditambah lagi mereka tidak memiliki modal yang cukup sehingga banyak di antara mereka yang berniaga seadanya saja.

“Ya, kalau ditilik sepintas Jalu memang benar perkataan Engku-Engku tadi: berjual beli di tempat yang ramai, berjalan di lebuh yang “pasar”, yaitu pada jalan yang sudah kerap kali dilalui orang,” kata Sutan Baginda seraya menggulung rokok sebatang lagi. “Akan tetapi kalau diperhatikan pula kepandaian orang kita berniaga, tentu kita takkan heran, jika mereka itu terpaksa lari ke hulu-hulu, sebab sesungguhnya kebanyakan orang kita belum boleh dikatakan pandai berniaga lagi, seperti sau-

134