"Famili hanya berkehendak saja, yang akan mengemudikan rumah tanggamu bukan mereka, tetapi engkau sendiri. Engkau akan kembali hidup di rantau, jauh dari pelupuk mata mereka. Mereka hanya pandai meluncurkan engkau ke dalam lembah kesusahan. Kalau ada hartamu kirimkan pulang, belikan sawah, lekatkan ke rumah, semuanya untuk mereka, umurmu habiskan di rantau, setelah tua pulanglah supaya diletakkan orang engkau di surau buruk. Sudah begitu adat, sudah begitu lembaga, apa lagi! Mestinya engkau sudah terlepas dari neraka kehidupanmu di hari tua lantaran beristrikan Poniem, sekarang engkau hendak mencari penyakitmu sendiri. Hatimu kalau engkau beristeri seorang lagi tidak akan tetap lagi, yaitu menjaga perhubungan isterimu di dalam rumah. Tetapi bukan macammu ini orang yang akan teguh menghadapi itu. Letakkanlah teguh, syukurlah kalau teguh, tetapi sesal takkan hilang dari hatimu. Itulah sebabnya maka dahulu saya halangi engkau beristerikan Poniem, saya kalangkan leher, karena saya tahu akibat yang akan engkau hadapi sekarang" (Hamka, 1977:64).
Di dalam novel Salah Asuhan, Hanafi juga kurang periksa karena hanya menurutkan nafsu dan harga dirinya. Kegagalan perkawinan Hanafi dengan Corrie juga disebabkan oleh kurang periksanya terhadap keadaan yang berlaku dalam sistem kolonial. Ia tidak mungkin mengawini orang Eropa meskipun hukum mengizinkannya. Selain itu, Hanafi juga tidak memedulikan perasaan orang kampung dan perasaan orang Eropa dengan perkawinannya tersebut. Dengan mengawini Corrie, bukan berarti ia akan langsung diterima. dalam lingkungan istrinya. Bagi orang Belanda, ia tetap seorang pribumi yang tentu saja berbeda dengan mereka.106