Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/117

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Leman telah menutup mata dan hatinya. Akal sehatnya telah tertutupi oleh indahnya nanti perkawinannya dengan wanita muda, orang sekampungnya. Ia akan kembali beradat. Kelak jika ia memiliki anak, anaknya akan memiliki keluarga dan kaum kerabat yang mengakui keberadaannya. Hal itu tidak akan terjadi jika ia hanya beristrikan Poniem yang dianggap "orang asing" oleh kaum kerabatnya. Tanpa periksa ia memutuskan sesuatu yang akan sangat berpengaruh terhadap kehidupannya selanjutnya. Ia lupa bahwa yang akan mengarungi bahtera rumah tangganya adalah dia sendiri. Bukan kaum kerabat yang nantinya akan berada jauh sekali dari kehidupannya di rantau. Ia lupa sebagai orang perantauan jika memiliki istri di kampung, ia harus mencukupi segala tuntutan istrinya, untuk melengkapi harta bendanya, baik mendirikan rumah dan membelikan sawah di kampung maupun perhiasan yang sangat berarti bagi orang perantauan untuk menunjukkan pada orang kampungnya bahwa ia telah berhasil di sana.


"Adat kami Poniem, menurut adat kami orang perempuan harus tahu beres saja. Orang perempuan hanya menerima yang bersih, dia tidak perlu menghiraukan kesusahan suaminya, yang perlu baginya hanya menanakkan nasi supaya suaminya jangan lapar, menyediakan teh, dan mencucikan kain bajunya. Kerja laki-laki mencarikan buat dia, membuatkan rumah, mencarikan tambahan sawah ladangnya. Kalau pekerjaan itu berhasil dia boleh pulang dengan bangga, kalau tidak, dia akan pulang juga dan suaminya akan terus berusaha, dia akan pulang oleh karena dijemput oleh mamaknya." (Hamka, 1977:34).


Kenikmatan hidup di hari tua dengan Poniem yangs angat mengasihinya dilupakan karena harga dirinya yang terlalu tinggi, seperti yang tergambar dalam kutipan berikut ini.105