Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/110

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

ibunya. Hal itu dipicu oleh dera dan siksa perasaan serta pikirannya sendiri.

Denukian selalu jika Asri pulang. Dalam waktu yang serupa itu terasa benar oleh Asnah, bahwa ia tidak berhak akan dipandang sebagai masuk bilangan keluarga orang rumah gedang itu. Betul tidak acla orang yang menyuruh dia berperasaan seperti itu, tapi ia sudah disiksa oleh perasaan dan pikirannya sendiri (Iskandar, 2003:28).

Dalam Salah Pilih juga terlihat konsep malu dan balas budi vang mengalami pertentangan ketika Asnah memutuskan untuk pergi dari rumah Asri, saat Asri memboyong istrinya ke rumah itu. Asnah yang merasa berutang budi seumur hidup pada keluarga Asri berupaya sekuat tenaga untuk bisa membayar utang budi tersebut meskipun Asnah tahu bahwa utang budi itu tidak bisa ia bayar sepanjang hidupnya. Ia ingin selamanya mengabdi pada keluarga Asri. Karena ibu Mariati, orang tua angkatnya dan orang yang membesarkannya sudah tiada, patutlah kiranya Asnah mengambil keputusan yang bijak untuk meninggalkan Asri seorang diri. Keputusan itu sangat beralasan karena Asri telah berkeluarga. Akan menjadi aib bagi keluarga mereka, apalagi bagi diri Asnah sendiri seandainya Asnah masih tetap tinggal serumah di rumah tersebut. Untuk menghindari malu, umpatan, dan cela dari masyarakat sekeliling, Asnah meninggalkan Asri seorang diri.

“Dan sekarang - sekarang adinda mesti pergi dari rumah gedang ini! Bukantah baik demikian, Kanda? Hal itu nyata sudah kepada kanda, bukan?” tanyanya pula dengan lemah-lembut. Asri memandang ke mukanya serta bangkit berdiri pula. “Tidak, tidak - Asnah, jangan pergi dari sini, “ katanya dengan terperanjat serta bermohon. “Mesti - mesti - adinda mesti berangkat dari sini, “ kata Asnah dengan perlahan-lahan. “Tika tidak, niscaya nama Kanda

98