Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/105

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

yang telah ditentukan untuk dirinya. Akan tetapi, mereka tidak mau melepaskan ambisi pribadi dalam pikiran mereka. Dalam pandangan mereka, ikatan sosial dan ambisi pribadi untuk mengembangkan dan memajukan diri pribadi mempunyai kedudukan yang sejajar dalam tingkat kepentingannya. Mereka tidak mau berkembang dan mendapatkan kemajuan diri di atas ketidaksenangan orang lain. Dapat dikatakan bahwa dalam diri mereka telah tumbuh konsep rasa yang mengatur perilaku mereka dalam menyikapi kehidupannya.

“Tidak, Ibu!” sahutnja menghapus air matanja. "Hamba tidak bersusah hati. Ibupun tahu djuga, bahwa hamba tidak mau berdukatjita. Susah hati hamba hanja sebentar, tambahan lagi apa gunanja hamba susahkan djuga, jang putih tidak akan hitam, jang hitam tidak akan putih. Tjuma jang hamba harap, djanganlah ibu menjesal kepada hamba kemudian hari, kalau pertjampuran hamba dengan Chamisah tidak selamat. Kata bapak tentu tidak dapat hamba lampaui, hamba turut djugalah sedapat-dapatnja, dan pahit-manisnja hamba telanlah (Pamuntjak, 1961:44).

Magri termenung, mabuk agak-agak. Sekali-sekali ia menghela napas panjang dan dimukanja kelihatan dukatjita dan kekusutan hatinja. Sambil menggigit bibir diangkatnjalah kepalanja, lalu melihat keluar, arah kekebun pisang jang dimuka rumah orang tuanja. Dalam hatinja terbentanglah sebuah medan peperangan, tempat berdjuang dua pasukan laskar pikirannja, memperlihatkan gagah-perkasanja masing-masing. Jang sebuah mengatakan, Masri mesti meneruskan maksudnja. tak usah menurut kata orang tuanja; dan jang sebuah lagi menjuruh Masri berbuat kebaktian kepada ibu-bapanya.

93