Halaman:Kalimantan.pdf/85

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Swapradja dan Kotapradja. Dalam ketata-negaraan propinsi mempunjai otonomi jang amat luas, karena keharusan mengatur beberapa soal mengenai politik, perekonomian, untuk seluruh daerah berakibat bahwa djuga soal-soal jang kelihatan kepentingan setempat terpaksa diatur oleh Pemerintah Pusat dan dengan sendirinja memperketjil lapangan otonomi daerah.


Dalam zaman pendudukan Djepang apa jang disebut otonomi sebenarnja djuga ada jang diberikan kepada Keresidenan dan Kabupaten, akan tetapi dewan-dewan ini bukan dewan pendjelmaan demokrasi, melainkan semata-mata alat pembantu pembulatan tenaga perang kepada Djepang. Kemudian Belanda-Nica mengadakan daerah-daerah atau „negara-negara” jang nampaknja besar kekuasaannja, akan tetapi bukan untuk memperkembangkan otonomi, melainkan untuk memperkuat tenaga-tenaga jang memisah dikalangan rakjat Kalimantan, agar dengan demikian ia dapat tetap memegang peranan penting dalam urusan-urusan jang djumlahnja ketjil, akan tetapi mempunjai kekuasaan jang dapat menentukan nasib daerah-daerah ini.


Djelaslah sudah kiranja, bahwa dengan lain perkataan jang sama dapat diberikan isi dan tudjuan jang berlainan. Karena itu tjukup pentingnja untuk memberikan dan meneliti lebih dalam, apakah tudjuan otonomi jang sekarang untuk daerah Kalimantan. Dalam persetudjuan RIS - RI tentang pembentukan Negara Kesatuan telah ditjapai suatu ketentuan, bahwa bentuk dan susunan daerah otonomi akan ditetapkan sesuai dengan djiwa undang-undang Pokok No. 22/1948 jang berlaku dalam daerah de facto Republik Indonesia.


Sedang pembentukan daerah otonomi Kalimantan dalam zaman Belanda adalah suatu konsesi terhadap desakan masjarakat jang tidak puas dengan pemusatan urusan pemerintahan, demikian djuga dalam zaman Djepang jang hanja bertudjuan perkuatan sumbangan Kalimantan untuk tenaga perangnja, selandjutnja otonomi setjara federasi jang diberikan oleh pemerintah prae federal bermaksud mematahkan kekuatan revolusi nasional Indonesia.


Otonomi Indonesia menghendaki suatu pemerintahan collegiaal, bukan sadja untuk memberi kesempatan penuh kepada dasar demokrasi didaerah, melainkan djuga untuk memperhebat usaha-usaha pemerintahan dalam mentjapai kemakmuran dan kesedjahteraan rakjat. Perkembangan otonomi dalam arti jang dimaksud membawa kewadjiban jang berat bagi wakil-wakil rakjat, karena tiap usaha pembangunan menghendaki biaja, maka dengan sendirinja titik berat daripada perkembangan tersebut terletak pada usaha untuk memperbesar sumbangan keuntungan sendiri. Djika ini diperhatikan, maka tentu tiap-tiap tindakan dari DPR Daerah akan lebih dahulu memperhatikan konsekwensi keuangan serta sumber jang masih dapat diperbesar guna pembangunan dan lain-lain usaha jang dianggap perlu untuk kesedjahteraan rakjat. Otonomi memang berarti hak mengatur rumah-tangga sendiri, dan hak mengatur itu djauh lebih berat daripada hak memadjukan usul-usul sadja.


Selama daerah otonomi masih belum mempunjai perusahaan-perusahaan jang memberikan keuntungan, maka dengan sendirinja sumber kekuatan itu terletak pada tjara mempergunakan dan memperbesar penghasilan dari retribusi dan padjak. Lapangan ini merupakan suatu kewadjiban jang tidak menarik. Tiap-tiap orang, baik pegawai Pemerintah ataupun anggauta DPR, lebih menjukai

81

(685 B) 6