Halaman:Kalimantan.pdf/84

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

sama sekali, sekalipun jang demikian ini sudah diperdjuangkan dengan sehebat-hebatnja. Perbedaan ini nampak pada Wakil-wakil Pemerintah Pusat jang mengirimkan utusannja ke Kalimantan. Misalnja wakil untuk Kalimantan Timur untuk menjaksikan penggabungan daerahnja ke RI adalah terdiri dari Menteri Dalam Negeri RI, Mr. Susanto Tirtoprodjo, sedang untuk Kalimantan Selatan ialah Dr. Murdjani jang kedua-duanja adalah tokoh republikein jang terkenal.


Akan tetapi untuk Kalimantan Barat jang dikirimkan ialah tokoh federalis seperti Mr Indrakusuma , dan karena inilah usaha-usaha rakjat tidak tertjapai. Perkembangan di Kalimantan Barat sedjak permulaan tahun 1950 demikian rupa, hangat dan genting ialah aksi pemogokan politik jang dilakukan oleh segenap kaum buruh, pegawai-pegawai pabrik, perusahaan dan bahkan pegawai-pegawai negeri, ketjuali polisi serentak mengadakan pemogokan, menuntut bubarnja Dewan Istimewa Kalimantan Barat dan menuntut penggabungannja ke Republik Indonesia.


Tuntutan rakjat Kalimantan Barat hanja berhasil membubarkan Dewan Istimewa, akan tetapi tidak berhasil menuntut penggabungan, karena litjinnja wakil pemerintah RIS jang dengan tjaranja sendiri menjimpangkan maksud-maksud itu. Untuk turut melaksanakan Negara Kesatuan rakjat Kalimantan Barat telah memberikan mandaatnja kepada Pemerintah RI supaja diwakili, akan tetapi djuga tidak berhasil, karena kemudian ternjata, bahwa jang mewakili Kalimantan Barat dalam usaha mendirikan Negara Kesatuan adalah diwakili sendiri oleh pemerintah RIS, sedang Negara Indonesia Timur dan Sumatera Timur langsung mengadakan perundingan jang lazim disebut perundingan segi tiga.


Dalam pada itu perkembangan otonomi daerah Kalimantan tidak segera dapat didjalankan, karena berbagai sebab, terutama keadaan-keadaan jang prae federal. Soal otonomi Kalimantan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan jang terdjadi dalam parlemen sendiri, dimana Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1950 jang tadinja ditetapkan untuk menjusun Dewan-dewan Daerah tidaklah dapat penjusunan tersebut segera dilaksanakan sebagai dikehendaki semula, sehingga pemerintahan „eenhoofdigbestuur” berlangsung lebih lama daripada jang dikehendaki oleh Pemerintah Kalimantan sendiri.


Demikian pula adanja faktor-faktor disekitar pembentukan Dewan-dewan Perwakilan Daerah ini tidak menguntungkan. Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1950 jang mengatur pemilihan anggauta-anggauta DPR, njata kurang sempurna dan kemudian ditolak oleh Parlemen, sehingga tertunda DPR Daerah Kalimantan jang belum sempat disusun. Sangatlah pentingnja, bahwa pemerintahan daerah jang demokratis, jang telah mulai terwudjud ini, dapat dipelihara, dan urusan rumah-tangga daerah ini merupakan bahan penting untuk perkembangan otonomi selandjutnja.


Untuk perkembangan tersebut perlu diketahui, apakah sebenarnja otonomi jang sekarang ini dan apakah jang dikehendaki dengan pemberian otonomi. Dengan lain perkataan, bahwa Kalimantan akan mengatur rumah-tangganja sendiri menurut perundang-undangan dalam artian jang luas, jang hampir sama artinja dengan kedaulatan. Akan tetapi hubungan antara dua badan kenegaraan, antara mana terdapat suatu hubungan tingkatan, misalnja otonomi untuk daerah

80