Halaman:Kalimantan.pdf/38

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

maksud untuk menghidupkan kembali perasaan propinsialisme dikalangan rakjat. Sekalipun demikian, Belanda belum boleh dikatakan 100 % dapat berhasil dalam pekerdjaannja untuk membangunkan dan menegakkan pemerintahan kolonial, karena bagian terbesar dari rakjat Kalimantan tetap berdiri dibelakang Pemerintah Republik Indonesia, dengan disertai perlawanan hebat dengan berbagai tjara dan perbuatan. Walaupun Belanda nampaknja telah berhasil menjusun kembali pemerintahan diseluruh daerah Kalimantan, akan tetapi mereka belum berhasil melaksanakan tudjuannja, terutama untuk mengurangi pengaruh Republik jang tertanam dalam hati rakjat.

Rakjat Kalimantan tidak dapat dipengaruhi oleh segenap matjam propaganda dan provokasi Belanda. Mereka tetap jakin akan perdjuangan revolusi Indonesia jang pada ketika itu berpusat diibu-kota Jogjakarta. Sementara itu Pemerintah Republik Indonesia telah dapat membentuk satu Badan Pemerintahan Republik Daerah Kalimantan jang berkedudukan di Jogja, jang didalam tugasnja memberikan dorongan moreel dan materieel terhadap rakjat Kalimantan untuk melandjutkan perdjuangannja. Pemerintah inilah jang menjelenggarakan infiltrasi politik ke Kalimantan, tidak sekedar untuk memberi semangat kekuatan pada rakjat, melainkan djuga untuk mengimbangi kedudukan Belanda.

Kejakinan rakjat bertambah besar, bahwa dalam perdjuangan mentjapai dan mempertahankan kemerdekaan itu, rakjat Kalimantan tidak berdjuang sendiri, malahan mendapat bantuan sebesar-besarnja dari rakjat Kalimantan jang ada di Djawa dan Sumatera. Pada saat jang hampir bersamaan telah terdjadi perlawanan bersendjata terhadap kekuasaan kolonial, terutama di Sambas, Bengkajang, Singkawang, Pontianak, Ketapang, Pangkalan Bun, Bandjarmasin, Sanga-Sanga, Balikpapan dan Tarakan dan seluruh kota di Kalimantan Barat, Selatan dan Timur.

Bahkan sebagai akibat daripada perlawanan itu di Pangkalan Bun dan Kota Waringin telah dibentuk pemerintahan daerah Republik Indonesia lengkap dengan alat-alat kekuasaannja. Tetapi Pemerintah Republik ini tumbang pula karena keganasan regiem pemerintah kolonial Belanda.

Sedjak itu perkembangan politik umumnja di Kalimantan tidak mendapat saluran sebagaimana lajaknja, karena hampir sebagian besar orang jang mengakui dirinja pemimpin telah mengchianati rakjat dengan djalan melakukan kerdjasama dengan pihak Belanda. Penghidupan politik jang telah dikekang Belanda itu, tidak dapat memberi djaminan kepada alat-alat kekuasaan lainnja jang umumnja terdiri atas „pemimpin-pemimpin" untuk dengan leluasa dan bebas bergerak dalam masjarakat, karena antjaman rakjat.

Melihat keadaan jang demikian itu, baik Belanda maupun kawan sekerdjanja hidup dalam ketjemasan, tersingkir dari masjarakat, dan karena itu mempengaruhi djalannja pemerintahan. Federasi-federasi jang dibentuk, tidak dengan segera dapat diperlengkapi, karena kurangnja perhatian rakjat terhadap pemerintahan kolonial itu. Dalam pada itu Belanda melangkah sudah terlampau djauh, ialah untuk membentuk suatu negara jang bernama Kalimantan, dengan perantaraan Konperensi Malino jang diadakannja pada tanggal 16 – 22 Djuli 1946. Dalam koperensi Malino ini turut serta semua „wakil-wakil" dari daerah bagian di Kalimantan dan Indonesia Timur umumnja.

34