Halaman:Kalimantan.pdf/336

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

itu seakan-akan mereka hidup dalam suasana baru jang diliputi oleh kebahagian, apakah ia berupa lahir, kawin atau mati,

 Kalau seorang ibu telah mengandung 3 bulan, sedjak itu ia telah dihinggapi penjakit pantang. Banjak pula pantangnja itu, antaranja dilarang keluar diwaktu sendja, mandi waktu matahari terbenam, duduk diambang pintu. Ketika kandungannja mendjelang 6 bulan, pantangan djuga tambah banjak. Misalnja tidak boleh berurai rambut, dilarang memaku, sedang makanannjapun terbatas pula. Pantang-pantang ini dilakukan, karena semata-mata pertjaja kepada tachjul, bahwa diluar alam njata ini ada alam gaib, pada mana berkeliaran roh-roh jang baik dan jang djahat. Maka roh-roh djahat ini senantiasa mentjari mangsanja. Antara mangsanja ialah benda-benda atau barang-barang jang masih muda, terutama kepada machluk manusia sendiri, lebih-lebih jang sedang mengandung.

 Mereka amat pertjaja, bahwa semangat seseorang makin lama makin kuat menurut perkembangan hidup djasmani. Karena anak jang masih dalam kandungan atau baru lahir semangatnja masih lemah, harus dilindungi dengan melakukan bermatjam-matjam pantangan, supaja tidak ada kesempatan untuk roh-roh djahat melakukan kedjahatannja. Kepertjajaan kepada roh jang telah mempengaruhi kehidupan mereka, pada saat-saat hendak melahirkan, timbullah bermatjam-matjam kechawatiran, karena roh itu berada pada waktu tertentu dan ditempat-tempat jang tertentu pula. Demikian djuga dalam perkara makanan berlaku beberapa pantangan, seperti larangan makan jang pedas-pedas, sajur-sajur jang mengandung getah dan sedjenis ikan. Dalam masa kandungan sampai kepada saat melahirkan anak, maka pantangan itu tidak sadja kepada ibu jang melahirkan, tetapi djuga kepada ajahnja, jang harus sanggup mendjalani kepantangan itu, misalnja harus menahan nafsu dan kehendak untuk bekerdja jang berat-berat, menebang pohon, menghundjam tiang, apalagi membunuh binatang. Banjak matjamnja larangan itu, tetapi bagi si ajah jang ta’at kepada kepertjajaan itu, Insja Allah mereka akan selamat.

 Bilamana si tjalon ibu sudah merasa ada tanda-tanda akan segera bersalin, maka dipanggil seorang dukun perempuan. Kepertjaan kepada dukun djuga amat tebalnja, karena seorang dukun beranak dianggap mempunjai kekuatan gaib, biasanja dukun amat mahir dalam pekerdjaannja, semata-mata karena banjak pengalamannja. Pembatjaan mantera dilakukan dengan membakar kemenjan dan menabur-nabur beras kuning sebagai pendjagaan diri untuk menolak roh-roh djahat jang akan mengganggu kelahiran baji. Setelah baji lahir, kalau ia tidak menangis, maka oleh dukunnja dipukul tangguk dengan mengutjapkan mantera.

 Baji jang baru lahir dimandikan dan dibersihkan, sedang tali pusarnja dipotong dengan sembilu jang tadjam diatas uang perak, ringgit atau rupiah, dan setelah itu baru dibalut tubuh sibaji dengan seutas tali akar hutan. Selama beberapa hari dukun jang mengasuhnja, sedang tembuni - palcenta - diberi garam dan ditanam atau digantung dibatang kaju jang keras seperti kaju besi dan sebagainja. Penjelenggaraan tembuni - menurut kepertjajaan - mempengaruhi kehidupan djasmani sibaji, karena ditempat meletakkan tembuni dianggap ada tersimpan semangatnja.

 Sekalipun demikian bagi ibunja masih berlaku beberapa pantangan, terutama dalam soal makanan, hal ini semata-mata menurut nasihat dukun tentang boleh

332