Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/60

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

"Hai, selamat sore!" sapa laki-laki di depanku. Aku sempat kaget dengan kehadiran laki-laki asing ini. Aku hanya tersenyum menjawab sapaannya.

"Ibu kamu ada?" tanyanya. Aku cuma menggeleng.

"Oh...," dia mengangguk-angguk sendiri. "Ke kamu aja, deh!"

Aku memasang tampang bingung.

"Begini, aku tetangga baru kamu. Rumahku yang di ujung sana," dia menunjuk sebuah rumah yang terletak beberapa meter dari rumahku.

"Dan, ini buat kamu. Dari Mamaku. Sebagai tanda perkenalan!" dia menyodorkan sebuah bingkisan yang ada di tangannya dan aku menerimanya.

"Eh, sampai lupa! Aku, Tio! Kamu?" dia mengulurkan tangannya.

Aku menyambut uluran tangannya. Sedikit ragu untuk bersuara. Tapi, kalau aku tidak menjawab pertanyaannya kali ini, aku takut dia marah. Dengan menguatkan hati aku menyebut namaku Ya... ya..."

"Loh?" dia bingung. Aku mengangguk paham.

"A.. ku.. ga..gg..gu...!" ucapku. Aku pikir dia akan menatapku dengan pandangan mengejek, seperti ekspresi setiap orang yang tahu kalau aku cacat. Ternyata dia. mengangguk paham.

"Ow...Sorry...! Ya, udah, aku pergi dulu ya! Besok-besok aku boleh datang ke sini lagi, kan?"

Aku mengangguk. "Ma.. .kk.. .ka.. .sssih..."

Dia tersenyum dan mengangguk. Sedetik kemudian posisinya sudah berubah menjadi membelakangiku. Meninggalkanku yang masih mematung di ambang pintu.

Sebulan sudah aku dan Tio bertetangga. Dia memang berbeda. Banyak orang yang malas berteman denganku. karena aku cacat. Tapi, Tio dengan senang hati mau berkunjung ke rumahku. Setiap sore dia datang ke rumahku. sekadar bermain-main atau membantuku mengurusi tanaman-tanamanku. Ternyata dia sangat tertarik saat aku menjelaskan bagaimana aku mengurusi tanaman-tanamanku yang berbunga indah hingga ia makin sering datang mengunjungi tanaman-tanamanku.

48