Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/35

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Tapi, menurutnya, kali ini berbeda, ia bukan ksatria, bukan pula pahlawan atau penyelamat bagi siapa pun. Ia hanya seorang anak manusia yang punya air mata. Ia juga punya hak meneteskan sesekali apabila perasaan sedih menghing-gapi.

Ketukan pintu kemudian membuat ia tersadar, pasti akan sangat memalukan bila ada yang melihat seorang anak lelaki menangis. Dengan kasar dihapusnya sisa air mata yang mulai mengering. Ketika membuka pintu, Pak Dino, kawan lama bapak, berdiri di hadapannya.

“Ah, Pak Dino. Silakan masuk, Pak!” Gugum mempersilakan teman bapaknya itu masuk.

“Tidak usah, Gum. Bapak ke sini mau menjemputmu, tadi Bapakmu mengigau dan terus menyebut nama kamu. Tapi, sepertinya kamu tak kunjung juga datang, saya menawarkan diri untuk menjemput. Kebetulan saya bawa mobil.” Pak Dino meminta Gugum untuk segera mengemasi pakaian bapaknya agar dapat ke rumah sakit secepatnya. Gugum menjinjing tas kulit cokelat berisi pakaian bapak untuk menginap. Gugum berjalan agak cepat agar dapat menyamai langkah Pak Dino.

***

Di koridor rumah sakit, Gugum segera memacu langkah agar dapat menemui bapaknya. Di ruang tempat bapak dirawat, Gugum melihat bapak sedang tidur dan tergeletak lemah di atas tempat tidur, Tubuhnya kian ringkih. Ketika Gugum mendekat, bapak masih terlihat pucat dan belum Sadarkan diri.

“Pak, maafkan aku...” Gumilang berujar lirih. Walaupun tahu bapak tak bisa mendengamya, ia terus mengungkapkan penyesalannya. Ketika ia menggenggam tangan kanan bapak, terasa olehnya jari-jari bapak mulai bergerak, lah: matanya perlahan terbuka.

Samar-samar Bapak melihat anaknya menangis. Dengan tenaga yang tersisa, tangan kirinya lalu mengelus rambut hitam Gumilang. Serta merta Gumilang memeluk Bapak, kemudian menangis, seperti anak kecil di pelukan bapak.

"Sudahlah, Nak! Bukankah Kakek pernah bilang bahwa anak lelaki tidak baik kalau menangis. Bapak cuma punya


23