Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/34

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Judul pada tumpukan puisi paling atas menarik perhatiannya.

Mata Gugum menjejali setiap rangkaian kata dan bait dalam puisi itu. Sedikit demi sedikit, air mukanya berubah. Ternyata puisi itu semacam diari bagi bapaknya. Di sana juga tertoreh peristiwa yang ia alami bersama bapaknya, perdebatan-perdebatan kecil mereka, dan yang paling mengejutkan adalah kejadian beberapa waktu lalu di taman kota, yang kemudian mendorong bapaknya terlibat dalam perhelatan teater di pusat kota.

Dari puisi yang ia baca, Gugum dapat menangkap bahwa bapak mencoba membuktikan bahwa masih ada yang menghargai sajak seorang penyair. Bapak juga menulis betapa ia mengerti Gugum merasa malu atas pekerjaan bapaknya, jauh sebelum kejadian di taman kota. Karena semua itulah, bapak berusaha mati-matian memberikan yang terbaik dari kemampuan yang dimilikinya, pada pertunjukan lalu agar ada sedikit rasa bangga terbersit pada diri anaknya.

Semua semakin menyesakkan. Gugum seketika sadar bahwa bapak latihan siang malam bukan untuk mengharapkan pujian dari orang lain, bukan pula demi kepuasan pribadi semata, melainkan memberi sedikit kebanggaan padaGumilang atas pekerjaan bapaknya. Agar Gumilang dapat dengan bangga berkata, “Kenalkan, ini Bapakku. Ia seorang penyair jalanan!”

***

Gumilang berkaca dan ia pun menangis.

Berbagai pikiran kini berkelabat di benaknya. Ia mencoba merunut rangkaian peristiwa yang telah ia alami bersama bapaknya. Gugum mengingat kembali ketika ia mencoba menghindar dari pertanyaan tentang pekerjaan bapaknya atau ketika ia memilih untuk pergi di saat bapaknya dipojokkan banyak orang, cuma karena takut merasa malu. pikiran-pikiran itu beruntun menjadi rentetan panjang yang memerintahkannya untuk kembali memutar memori masa lalu, Perasaan Gumilang lebur jadi satu, ia terduduk lemas, cairan hangat menetes dari sudut matanya.

Kakek pernah bilang padanya, bahwa laki-Iaki ksatria itu tidak boleh meneteskan air mata, seberapa pun sedihnya.

22