Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/31

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

sinopsis atau membaca buku-buku yang tidak tersampul plastik sudah cukup baginya.

Ia memilih untuk mengambil jalan pintas lewat sebuah taman kota yang letaknya berseberangan dengan toko buku. Di sana ia melihat orang berkerumun. Terdengar suara ribut-ribut dari kejauhan. Penasaran dengan apa yang sedang terjadi, ia memutuskan untuk mendekati kerumunan tersebut. Tak dinyana, orang yang tengah terlibat konflik adalah bapaknya sendiri. Ia mencoba menangkap pokok permasalahan yang melibatkan bapaknya dengan seseorang berpakaian seragam keamanan. Cukup sengit mereka berdebat, tapi yang dapat didengar Gugum, hanya beberapa potong. Kemudian ia dengar kalimat yang diucapkan keamanan pada bapaknya dengan lantang.

“Sudah saya bilang, pengemis dilarang berkeliaran di taman ini!” Mendengar kata pengemis, Gugum tertohok. Bapaknya dianggap pengemis? Marah bercampur malu menjalar ke kepalanya. Ia begitu geram. Bapak sering bilang padanya, “Daripada jadi peminta-minta, lebih baik tidak makan saja. Malu sama Tuhan!” Kalimat itu seketika terngiang di telinganya. Sepertinya, dia dapat merasakan pedihnya hati bapak saat itu. Tapi, ia tak dapat melakukan apa-apa.

Terlalu ramai orang di sana, apabila ia membela bapaknya, tentu ia pun akan ikut-ikutan malu. Semua orang akan melihatnya sebagai anak seorang pengemis. Sebelum bapak melihat, Gumilang memutuskan pergi dari tempat itu.

Namun, terlambat, bapak sempat melihatnya. Gugum tak peduhi, ia berbalik arah lalu berlari sekencang-kencangnya agar sepera tiba di rumah.

Tiga minggu telah berlalu sejak peristiwa di taman. Bapak tidak pernah menyinggung-nyinggung kejadian itu. Walau sebenamya mereka sama-sama tahu mengapa dan apa yang terjadi ketika itu.

Gugum baru saja menyelesaikan tugas sekolahnya ketika bapak masuk dengan wajah berseri. Di tangannya, ditenteng bawaan berbungkus plastik hitam.

“Bapak senang sekali kelihatannya? Seperti dapat durian runtuh saja!” Gugum jarang menjumpai wajah bapak secerah


19