Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/171

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

“Ris? Kok, diam, sih?” tanya Adi.

“Ah, tidak ada apa-apa!” ucapku berusaha berbicara sewajar mungkin.

“Hmp..., ya sudah! Maaf, ya, kalaujadi telat pulang gara-gara aku. Kamu tidak marah, kan?” ujarnya.

“Tidak, tidak. Siapa yang bilang? Kakakku memang pemarah, cerewet pula!” ujarku jadi semakin sebal.

“Oi! Siapa yang kamu maksud?” ucap Bang Koko dari sofa sambil menatapku. Rupanya dari tadi dia sudah ada di sana ya!? Aku harus cepat-cepat menutup teleponnya, nih!

“Ah..., Desi! Sudah dulu, ya!” ujarku pura-pura bicara dengan Desi.

“Hah, Desi?” celetuk Adi bingung.

“Dah! Sampai besok!” ujarku lagi sebelum menutup telepon.

“Ah, Riska! Kutunggu jam 12 malam nanti di 'pohon pertemuan', ya!” seru Adi cepat-cepat.

“Ya,” gumamku otomatis.

Fuuh... selesai juga! Mudah-mudahan Bang Koko tidak tahu kalau yang berbicara denganku tadi bukanlah Desi.

“Desi bilang apa?” tanyanya saat aku menuju kamar. “Dia bilang, Bang Koko norak,” jawabku asal-asalan.

Biarin! Biar dia tahu kalau kamu itu bandel dan susah diatur.”

“Barangkali Bang Koko yang tidak bisa diatur! Bukan hanya itu, Bang Koko juga kasar!” ujarku sambil mencibir. Dia pun balas mencibirku sebelum aku menutup pintu kamar. BLAM!!!

Aku duduk kembali di depan meja belajar. Kupandangi buku PR-ku. Sedetik kemudian ....

“Hah? Dia bilang apa?” gumamku tak percaya. Kalau tidak salah, disaat-saat terakhir, dia mengatakan akan menungguku di 'pohon pertemuan'?

“Pohon pertemuan' yang itu, ya?” lanjutku sambil mengingat pertemuanku dengan Adi tadi siang. Hihi hi! Dasar anak laki-laki yang aneh!

Kedua jarum jam dinding di kamarku mengisyaratkan bahwa sekarang sudah jam 11.35 malam. Bagaimana, ya? Pergi atau tidak?

159