Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/169

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

“Iya, Habis dia baru kuberitahu tadi dan kami langsung ke toko itu.”

“Eh..., ternyata toko yang semalam kukunjungi berubah menjadi toko alat tulis?” jelasku.

Lagi-lagi Adi mengangguk.

“Jadi, kakakmu juga merasa aneh dengan toko kue itu, dong?” gumam Adi. “Ya, begitulah,” jawabku singkat.

“Hmp...,” gumamnya seperti ingin mengatakan sesuatu.

“Hoi! Riska!” teriak seseorang.

Sepertinya aku sangat mengenal suara ini. Otomatis aku pun menoleh ke arah suara galak itu.

“Kak ..., Kakaknya Riska, tuh!” Desi ketakutan.

Desi memang sudah mengetahui watak abangku yang kadang lembut dan kadang pemarah dan kasar.

Lho? Bang Koko mengapa bisa ada di sini?” tanyaku tanpa pikir panjang.

Sudah pasti dia ada di sini mencariku karena belum pulang juga sejak tadi siang. “Ya, cariin kamu! Susah payah cari ke mana-mana, tahunya ada di sini. Asyik ngobrol! sama cowok lagi!” bentaknya.

Semua orang menatap kami. Kurasa mereka akan salah paham, kalau Bang Koko marah-marah di sini.

“Des, aku pulang dulu, ya! Besok kita ketemu lagi di sekolah,” ucapku buru-buru dan memegang lengan Bang Koko yang telah mengacaukan pembicaraan kami! Padahal, Adi punya informasi yang banyak tentang pemilik toko itu!

“Heh! Apa yang kamu lakukan sama cowok jelek itu?" tanya Bang Koko masih dengan nada kemarahan.

“Ih! Bang Koko, kok, begini, sih! Aku cuma mencari tahu soal toko itu, kok,” ucapku tanpa berani menatapnya.

“Hah? Maksudnya, toko kue itu? Nggak perlu susah-susah! Lebih baik kamu lupakan saja soal itu. Anggap saja tidak pemah mengunjungi atau pun melihat toko itu! Mengerti?” perintahnya.

“Hah? Mengapa?” tanyaku kaget. Aka terpaksa menatapnya.

“Kamu tahu, kan, kalau setiap orang punya hak untuk melakukan dan merahasiakan apa saja tentang mereka? Jadi, kamu jangan ikut campur masalah toko yang tidak jelas itu!”

157