Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/168

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Kebetulan kami duduk paling ujung dan dekat dengan tembok kaca kafe. Bisa dibilang kafe ini termasuk kafe yang bagus. Banyak orang yang makan di sini dan rata-rata mereka semua adalah murid SMU.

“Dari tadi lihat apa, sih? Di luar, kan hanya ada orang lewat?” ucapku juga memandang ke luar.

“Rahasia, ding!” ucap Adi sambil tersenyum lebar.

Aku diam saja mendengar ucapannya. Lalu kuperhatikan Desi yang sedang makan mi goreng.

“Apaan, sih, Ris? Kok, lihat aku lagi makan? Kan, malu!” seru Desi berusaha menutup malunya.

“Kamu itu makan saja dari tadi. Ya, kan, Di?” tanyaku pada Adi yang duduk di sebelah Desi.

“Iya, nih. Makan sendiri-sendiri saja. Kita dibiarin bengong,” komentar Adi. “Uh!” Desi mencibir dan meminum jus pesanannya.

“Ok! Aku sudah selesai makan, nih!” serunya sambil meletakkan gelas kosongnya di meja.

“Kelamaan! Sekarang, kita juga mau makan,” ujar Adi.

“Eh?” Desi langsung kaget.

“Hahahaha! Desi tertipu!” ujarku.

“Huh! Bisa-bisanya kalian bercanda!” keluh Desi.

Setelah tertawa beberapa saat, kami diam sesaat. Tampaknya Adi ingin bicara secara serius hingga menunggu Desi selesai makan.

“Kalian percaya tidak, kalau ada orang yang hidup dengan dua kepribadian?” tanya Adi sambil menatap kami bergantian.

“Hah? Dua kepribadian?” ucapku mengulangi.

“Ng,” Adi pun mengangguk.

“Coba kalian ingat, si pemilik toko peralatan tulis tadi mirip dengan pemilik toko kue itu. Yah..., memang sifatnya berbeda, sih! Tapi, aku yakin, wajah mereka itu mirip sekali,” ucap Adi memandangi kami.

“Aku mana tahu. Kan, Riska yang datang ke toko kue itu dengan kakaknya,” celetuk Desi.

“Oh? Desi nggak pergi ke toko kue, toh?” gumam Adi yang membuat Desi terpojok karena dia tak tahu banyak soal itu.

156