Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/158

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

“Kakak tahu kamu pasti ingin bertanya perihal kami yang sering pulang malam.”

Aku mengangguk dengan pasti, menandakan bahwa itulah yang ingin kudengar.

“Sore itu Ratih sempat menanyakan perihal mimpi ke Kak Ari, kan?” Kak Ari memulai bercerita.

“Kak Ari jadi kepikiran karenanya. Esoknya, kakak datang ke ruko Mak Idai di jalan Rasuna Said. Kak Ari hanya mendapati Tante Umi di sana. Kak Ari belanja beberapa keperluan. Sewaktu hendak pulang, Tante Umi memanggil ke atas, ke rumahnya dilantai dua,” suara Kak Ari agak berat.

“Tante Umi bercerita, Mak Idai sangat merindukan kita, terlebih akhir-akhir ini, ia mulai sakit-sakitan. Tiap malam Mak Idai menyebut nama Ibu. Tapi, esoknya tetap Ibu yang disalahkan dalam masalah dulu. Sebenarnya Ibu benar, Tante Umi yang terlalu berlebihan mengatur Mak Idai. Yaa, tanpa disadari Mak Idai, tentunya. Tidak boleh bertemu dengan kemanakan terlalu sering, jangan bercakap-cakap di lepau, atau apalah yang membuat Mak Idai jadi jarang bertemu dengan kita. Tapi, mau bagaimana lagi, Tante Umi sangat cemburu dengan kasih sayang Mak Idai kepada kita.”

Kak Ari bercerita kepadaku. Sesekali ia mendesah, tanda masalah ini cukup rumit, tapi sedikit menggelikan jika kupikir. Dan aku semakin memasang telinga baik-baik dan memperhatikan setiap kata yang diucapkan.

Aku jadi tahu, beberapa bulan setelah pertengkaran ibu dan Mak Idai di rumah gadang malam itu, ternyata Mak Idai tak habis pikir, mengapa ibu terlalu menyalahkan Tante Umi, yang terlalu picik, maambiak muko, pangecek di balakang, takut diminta duit oleh kemanakan, yaa, kira-kira begitulah pangkal permasalahan yang kudengar. Padahal, Tante Umi sangat menuruti setiap kata yang dilontarkan Mak Idai. Makanya, Mak Idai sangat marah dan tak mau mendengar perkataan siapa pun malam itu.

Setiap malam Mak Idai singgah ke lapau hingga tengah malam. Ia menghabiskan waktunya dengan minum minuman keras. Ya semakin terpuruk dengan kenyataan akan berpisah dengan kakak yang paling ia cintai. Tampek baiyo kala susah dan senang, semenjak nenek meninggal.

146