Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/147

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

lelakinya naik ke perabungan rumah tetangga untuk memutar-mutar antena parabola, seandainya gelombang yang diinginkan belum juga bersua. Antena parabola itu memang hanya dapat dijangkau dari perabungan rumah tetangga.

Tiba-tiba dari ruang tamu, ia mendengar suara televisi meraung-raung. Anak lelakinya telah lebih dulu berada di depan televisi itu, memutar balap mobil formula satu.

“Bagaimana, Ni? ... Mak?”

Pertanyaan pedagang guci itu mengalihkan perhatiannya. Mertuanya mulai tak peduli. "Terlalu mahal!” jawabnya enteng.

Si Gemuk mengalihkan lagi pandangannya pada guci yang semula dipilihnya, lantas pada tiga lainnya. Tanpa menoleh pada penjual guci, ia bertanya dengan sedikit ragu.

“Berapa pasnya?”

Dalam bayangannya, ia melihat seekor kelelawar keluar dari lubang salah satu guci tersebut, kemudian dari lubang yang lain. Empat ekor kelelawar terbang menuju antena parabola dan hinggap di sana, seperti hari telah menjadi malam. Anak lelakinya terlihat menyiapkan jenjang untuk naik ke perabungan tetangga. Empat ekor kelelawar tak juga beranjak dari sana.

“Upah angkut saja sedikit untuk saya itu, Ni!” kata pedagang guci itu menjawab setengah mengiba dan wajahnya terlihat makin masam. Ia mengelap-ngelap keringatnya lagi.

Cuaca memang aneh akhir-akhir ini, sedang panas-panasnya tiba-tiba diguyur hujan.

Si Gemuk tampak mulai surut. Mukanya menoleh ke sana kemari. Kalau harganya semahal itu, lebih baik tidak usah saja, pikirnya. Ia memang peragu.

Suaminya baru saja pulang dari kantor dan berjalan begitu saja melewati mereka menuju kamarnya untuk berganti baju. :

Sekali suaminya pernah mengeluh tentang suasana kerja di kantornya yang kian memburuk dari hari ke hari. Orang-orang eselon atas sering melakukan inspeksi mendadak dan menemukan beberapa orang bermain pinball, solitaire, backgammon. Ia hampir saja dipindahkan karena datang

135