Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/142

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Hilangkan dukamu, lantunkan senandung ceriamu
Bersama kicau burung
dan sejuknya angin sepoi-sepoi
Tepuk tanganmu, ikuti irama laguku
Bernyanyi... gembira...
bersama...
Kawan tercinta,
Tak ada lagi yang boleh bersedih
Semua harus gembira,
Hore!”

Tanpa terasa, aku mulai bersenandung kecil mengikuti lagu itu. Setiap mulutku menyenandungkannya, sedihku hilang, melayang entah ke mana. Perlahan, tapi pasti, hatiku mulai tenang dan aku menyadari semangat hidup dan ketegaran gadis kecil itu. Aku merasa aku harus belajar darinya. Walaupun ia masih teramat belia, aku tetap harus belajar untuk menerima kenyataan hidup ini darinya. te

***

Sore ini terasa begitu damai. Sedamai cinta Ayah dan sedamai pelukan Bunda. Terharu aku dalam renunganku, namun hanya sebatas itu. Tak seperti yang biasanya. Dalam hati aku telah berjanji, aku tidak akan jatuh lagi, aku takkan hancur lagi karena bagaimanapun inilah hidupku yang harus kujalani. Ya..., Aku harus menjalani semuanya.

Semenjak pertemuanku dengan Nena, aku bisa membuka mataku. Aku menyadari memang inilah takdirku, jalanku. Dan, aku pun mulai merancang masa depanku. Mulai dari sekolah, rumah, hingga perusahaan milik ayah yang hingga kini belum jelas pemimpinnya.

Dan, aku telah mengambil keputusan untuk memberikan kuasa kendali perusahaan itu kepada Mbak Aya, hingga aku selesai kuliah nanti. Saat itu tentu aku bisa berpikir lebih dewasa dan lebih tegar menghadapi kenyataan yang terkadang pahit.

130