Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/141

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

“Kamu heran, kan?” tanya Mas Heru yang ternyata sudah duduk di hadapanku. Aku hanya mengangguk.

Tiba-tiba saja aku merasa sangat bodoh karena selama ini aku tidak bisa berpikir dan bertindak secara dewasa. Mengapa selama ini yang terpikir hanya derita, padahal aku masih amat beruntung bisa memiliki harta yang berlimpah ruah dan orang-orang yang mengasihiku. Aku ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan gadis kecil malang itu. Bagaimana aku bisa sebodoh ini, Tuhan?

“Mas, aku kalah, Mas. Aku kalah jauh dengan gadis kecil itu. Dia bisa begitu tegar, sementara aku tidak. Dia bisa begitu dewasa menghadapi hidupnya yang malang dan aku yang baru begini saja sudah putus asa. Aku terlalu kekanak-kanakan ya, Mas?”

Tanpa kusadari air mataku kembali berlinang. Dan beberapa saat kemudian, ketika aku mengangkat wajahku, aku sudah dikelilingi oleh anak-anak kecil yang tadi bermain bersama Mbak Aya, tanpa ketinggalan gadis kecil malang yang membuat hatiku tersentuh itu. Aku menatap mereka berkeliling dan tatapanku terhenti pada gadis kecil itu. Ia berdiri sambil dipegangi Mbak Aya.

“Perkenalkan, Kak, nama saya Nena, Nama kakak siapa?” ujarnya seraya mengulurkan tangan kepadaku untuk berkenalan. Aku membalas uluran tangannya dan menggenggam tangan kecil itu.

“Nama kakak, Fara,” jawabku lirih. Terpancar keheranan dari mata Nena, masih sambil menggenggam tanganku.

“Kak Fara, kenapa? Kok, sedih? Kakak sakit?”

Aku menggeleng sambil mencoba untuk tersenyum. Senyum yang dipaksakan, mungkin itu yang dilihat dunia.

“Kakak mau kalau Nena nyanyikan lagu ciptaan Nena untuk Kakak?”

Aku tidak percaya gadis kecil ini mampu menciptakan sebuah lagu. Tapi, tak apalah. Kudengar saja dulu, mungkin lagunya memang bagus.

Gadis kecil itu lalu duduk di sebelahku, dan anak-anak kecil lainnya berdiri mengelilingi kami.

“Jangan pernah kau bersedih, kawan,

Marilah kita bernyanyi bersama

129