Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/14

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

harus nenek lakukan? Daripada duduk-duduk buang waktu, lebih baik nenek mendengar pengajian, selain menambah keimanan juga akan mendapat pahala!”

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku tertunduk mengiyakan. Aku berkata seperti itu semata-mata karena mencemaskan kondisi kesehatan nenek.

Nenek sudah memasuki halaman rumah. Wajahnya kelihatan menyeringai menahan sakit, mukanya memerah. Aku segera menyongsong nenek ke tangga rumah. Setelah berhadap-hadapan aku melihat nenek tanpa menggunakan sandal, nenek berkaki ayam.

“Bakiak, Nenek?”

“Hilang, dicuri orang.”

“Dicuri orang? Tidak mungkin, Nek. Barangkali Nenek salah taruh.” Aku langsung tertawa. Mana mungkin bakiak jelek itu dicuri orang.

“Cucu kurang ajar, malah tertawa melihat nenek kesakitan dan dapat musibah.”

“Lalu, saya harus bagaimana, Nek? Mencari pencurinya, terus menghajarnya? Tidak usah sedih, Nek! Besok, kan hari pasar, saya belikan nenek bakiak baru.”

Nenek malah makin marah-marah. Bahkan, makin menjadi menyumpahi si pencuri bakiak itu. Aku sendiri heran kenapa nenek bersikap seperti itu, tidak biasanya nenek menyumpab-nyumpahi orang. Padahal, bakiak itu tidaklah bakiak bagus, bakiak usang yang entah telah berapa tahun umurnya, bahkan mungkin melebihi umurku.

Cat bakiak itu tidak ada lagi. Kayu bagian bawahnya telah habis dan kumuh berwarna tanah yang telah mengering, kayu bagian atasnya cekung membentuk telapak kaki nenek. Karet talinya telah beberapa kali diganti dan kemarin terakhir itu telah genting, hampir putus, dan beberapa pakunya telah tanggal. Tapi, yang aku herankan nenek masih saja setia memakai bakiak itu. Kalau dipikir-pikir bakiak itu tidak layak lagi dipakai.

Besoknya, pagi-pagi aku sudah pergi ke pasar. Sebenarnya aku paling malas pergi ke pasar pagi-pagi begini, hanya ibu-ibu yang memenuhi pasar. Aku lihat ke sekeliling, hanya aku pemuda delapan belas tahun yang pergi berbelanja. Tapi,

2