Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/132

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Ma, Indi kangen papa.

Mama juga. Sangat kangen!

Setelah itu, tak kusadari lagi apa yang terjadi. Paginya kuterbangun di lantai yang dingin. Kutemukan kamarku tidak lagi layaknya sebuah kamar. Kukembalikan bantal dan selimut yang bergelimpangan di lantai ke tempat tidur. Kuberesi cat-cat yang berserakan. Lalu, kupungut lagi lukisan lelaki bersayap. Syukurlah! Lukisan ini tidak robek.

“Papa, maaf, aku sampai lupa hari kepergianmu,” aku bicara sendiri sambil terus menatap lelaki bersayap. “Aku, bahkan tidak tahu dengan cara apa kau pergi karena Mama tak pernah mau membicarakannya. Yang aku tahu Mama sering mengurai tangis di malam buta. Matanya bengkak dan wajahnya kuyu ketika bangun. Mama pernah bilang, malam menelan papa. Tapi, aku tak percaya. Malam tak sejahat itu.” Aku terdiam beberapa saat.

“Papa, aku tak pernah benar-benar kehilangan Papa karena ada Mama. Dan sekarang, aku tak tahu harus bagaimana?”

Kuraih HP dan kucari nomor Mama. Lalu, kutunggu beberapa saat. Ah, tidak diangkat. Kucoba lagi. Sama saja. Sudah kuduga, mama takakan mau menjawab. Ia pasti marah sekali kepadaku.

“Papa..., Papa ada di mana? Aku benar-benar sendiri sekarang, aku butuh Papa. Aku tak sanggup mengecewakan Mama, juga tak sanggup melepas kesempatan ini. Belum pernah aku merasa serindu ini padamu, Papa. Mengapa kau tak kunjung datang menemuiku?”"

Padahal, selalu kukirimi papa sebuah doa lewat lelaki-lelaki bersayap: Telah kumohon pada Tuhan, semoga Jibril pinjamkan sayapnya padamu." |

* * *

Sebuah galeri berbentuk limas segi delapan dengan lebar setiap sisi delapan meter tengah memajang lukisanku. Tepatnya, dinding ketiga di sebelah kanan sisi tempat pintu berdiri. Di tengah ruangan ada kolam berdiameter dua meter setinggi satu meter dari lantai. Di tengah kolam berdiri sebuah patung yang tidak jelas bentuknya seperti apa. Namun,

120