Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/131

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

ada sesuatu yang mengganggu perasaanku. Ah, entahlah! Lusa lukisan ini sudah harus diserahkan ke panitia.

Tiba-tiba HP berdering. Kutatap layarnya, ternyata mama.

“Halo, Ma?”

“Indi, kau baik-baik saja, kan?”

“Iya. Ada apa, Ma?”

“Mengapa belum juga pulang?”

“Maaf! Indi masih sibuk dengan pameran lukisan minggu depan.”

“Minggu depan genap dua puluh tahun papa meninggal. Kamu tidak lupa, kan?”

Ada yang mendesir di dada kiriku, “Tentu tidak, Ma!” ucapku berbohong.

“Kalau begitu, segeralah pulang! Kita akan berziarah bersama.”

“Tapi, Ma! Minggu depan ada pameran untuk pembukaan sebuah galeri lukisan dan lukisanku akan dipajang di salah satu dindingnya. Ma, ini adalah pameran lukisan pertamaku dan aku ingin Mama juga menghadirinya.”

“Apa! Sejak kapan urusanmu menjadi lebih penting daripada papa?”

“Ayolah, Ma! Aku pikir papa juga tidak akan keberatan jika kita terlambat menziarahinya satu hari saja. Aku benar-benar ingin Mama datang. Aku punya sebuah kejutan buat Mama.”

“Tidak! Mama tidak ingin dengar alasanmu. Terserah kalau kamu tidak mau datang. Tapi, jangan harap mama akan datang ke galeri itu!”

“Tapi, semua tidak akan ada artinya tanpa kehadiran Mama!” ucapku sesaat sebelum Mama mematikan HP-nya. Entah ia dengar atau tidak. Sesuatu baru saja mengisap Seluruh energiku. Aku terduduk di pinggir tempat tidur. Tertekur, Mama tidak datang. Padahal, ini semua untuknya. Hanya untuk mama. Lalu apa gunanya lukisan ini? Kuraih lukisan lelaki bersayap dan kubanting ke lantai. Bingkainya patah. Semua seperti menggelegak di benak. Tetes-tetes air mengalir hangat di kedua sisi mataku.

119