Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/122

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

kami di sisi kiri meja makan.

“Selesai makan, kami kembali ke ruang penghargaan dan foto-foto tadi. Rencananya, Lingga akan bertanya mengenai tugas sekolah pada kami. Lingga mulai bertanya macam-macam mengenai Indonesia di zaman kemerdekaan. Kakek Lingga tampak semangat menanggapi pertanyaan kami. Sepertinya, sikap angkuh tadi sudah agak menghilang. Dia menunjukkan penghargaannya kepadaku,

“Sepertinya, Kakek banyak kenal dengan pejabat negara zaman dulu, ya,” tanyaku,

“Benar, mereka semua teman-teman saya. Tapi kami berbeda nasib. Saya di bidang keamanan, mereka di bidang politik negara.”

“Saya lihat foto di atas sana tampaknya Kakek senang jalan-jalan ke luar negeri, dan sepertinya foto itu sangat berharga bagi Kakek,” kataku.

“Kamu benar, foto itu sangat berharga bagiku. Orang yang kurangkul itu adalah orang yang sangat berjasa bagiku. Sewaktu kami sama-sama berjuang, sudah tiga kali dia menyelamatkanku dari peluru penjajah hingga peluru terakhir mengenai dada kirinya...,” kakek Lingga terdiam. Dari matanya dapat kulihat ia sangat sedih. Aku merasa bersalah telah menanyakan foto itu.

“Maaf, Kek, saya tidak sopan mengungkit masa lalu. Apalagi teman kakek itu sudah..."

“Dia tidak mati. Dia berhasil selamat. Tahun tujuh puluh kami sebagai pejuang dihadiahi jalan-jalan ke Jia ngan. Sepulang dari sana, dia menjual seluruh penghargaan yang dimilikinya kepadaku. Semua itu dilakukan untuk biaya pengobatan putri satu-satunya. Sebagian dari penghargaan ini adalah miliknya. Aku merasa berdosa telah membeli penghargaan dari orang yang telah menyelamatkan nyawaku. Satu-satunya harapanku sebelum mati adalah mengembalikan semua penghargaan ini kepadanya, Tapi kini aku belum bisa.”

“Ke... kenapa Kakek belum bisa?” Aku mulai penasaran dengan cerita ini.

“Hampir dua puluh tahun lebih, sejak dia menjual penghargaan ini, kami tidak bertemu. Aku memang egois. Apa

110