Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/118

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Tujuh belas Agustus tahun empat li...ma

Itulah hari kemerdekaan kita....

Hari merde...ka

Nusa dan bangsa...

Hari lahirnya bangsa Indonesia

Mer... de... ka...

 Dari kejauhan masih kudengar kakek bernyanyi. Kali ini dia bernyanyi dengan semangat, tanpa diiringi batuk. Suaranya sangat jelas dan malah berdiri tegak sambil hormat, persis ketika upacara bendera, Senin pagi.

 Dalam perjalanan ke sekolah, aku masih memikirkan kakek. Aku heran, mengapa sebagai seorang mantan pejuang bangsa Indonesia, kakek tidak pernah diberi penghargaan. Padahal, teman kakek sesama pejuang banyak mendapatkan penghargaan. Dulu aku pernah diajak kakek ke rumah Opa Martius, seorang mantan pejuang asli Maluku. Di rumahnya aku melihat berjejer penghargaan. Apa benar kakekku seorang pejuang bangsa Indonesia? Aku agak meragukan hal itu. Mungkin saja kakek hanya kebetulan hidup pada masa perjuangan bangsa.

 "Aryo! Tunggu................!" sebuah suara memanggilku dari arah kejauhan.

 Tampak Lingga teman sekolahku melambai-lambaikan tangannya padaku.

 "Ada apa?"

 "Pulang sekolah nanti, kamu temani aku ke toko buku. Kelompok kita memerlukan beberapa bahan untuk babak final nanti."

 "Aku tidak bisa. Soalnya, aku harus pulang cepat."

 "Pokoknya, kamu harus bisa! Kalau tidak, nama kamu tidak akan tercantum dalam kelompok."

 "Tapi, nanti kamu bayarin aku makan siang. Kamu kan tahu, kalau uang jajanku pas-pasan."

 "Baik...baik tuan besar."

 Pelajaran demi pelajaran hampir berakhir. Kini hanya menunggu bel tanda pulang berbunyi. Perut sudah keroncongan, mata juga mengantuk. Rasanya pelajaran yang diterangkan pada jam terakhir ini tidak tinggal dalam

106