Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/105

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

hari itu gue siap menikahi loe"

 "Itu masih lama, Roy, bagaimana dengan anak di dalam kandungan gue ini?"

 "Udah gue bilang, gugurin, aja."

"Gue nggak mau ngelakuin itu, loe harus menikahi gue."

 "Kalau loe nggak mau, ya udah, gue pergi."

 "Roy, tunggu!"

 Tapi, si pemuda tidak mau balik, tinggallah si pemudi seorang diri di kegelapan ini. Ingin rasanya aku berdiri dan mengejar pemuda sembrono itu, tapi aku hanyalah sebongkah batu yang dibawa dari sebuah bukit tempat tinggal lamaku dan dipergunakan oleh orang-orang di sini sebagai penyangga amukan ombak laut. Aku hanya bisa diam mematung.

 Si pemudi menangis dengan sejadi-jadinya. Memukul-mukul diriku dengan tangannya yang lembut. Aku membiarkan seberapa sanggup ia memukul diriku.

 Tak berapa lama si pemudi berdiri menatap tajam ke laut lepas. Perlahan-lahan ia mendekati gulungan ombak, aku ingin menahannya karena aku tahu apa yang hendak ia lakukan. Tapi, aku hanyalah sebongkah batu yang dibawa dari sebuah bukit tempat tinggal lamaku dan dipergunakan oleh orang-orang di sini sebagai penyangga amukan ombak laut. Tidak mampu berbuat apa-apa.

 Aku hanya memperhatikan adegan pahit itu, sampai aku tidak lagi melihat si pemudi, entah ia telah tenggelam atau masih dipermainkan riak air laut.

 Detik itu juga aku merindukan kampung halamanku, yang tidak akan aku temui kejadian seperti ini. Merindukan lumut-lumut yang menempel di tubuhku, merindukan curahan air dari akar-akar pohon yang dingin, merindukan keterkekangan pandangan yang terhalang oleh dahan dan ranting-ranting pohon, merindukan kera-kera yang membuang hajatnya di atas badanku, merindukan kelengangan di hatiku.

93