Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/103

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Semuanya telah sirna.

 Jalanan di tepi pantai sungguh ramai, hari Minggu begini biasanya anak-anak sekolah libur, mungkin karena itulah pantai selalu ramai di hari Minggu. Biasanya para bapak meluangkan waktunya untuk mengajak anak-anaknya piknik ke pantai.

 Sebuah keluarga berjalan ke arahku, meletakkan bekal yang mereka tenteng sedari tadi di punggungku, saling bercanda gurau antara orang tua dan anaknya, sesekali mereka menanyakan perihal sekolah anaknya dan tak jarang mereka menasihati kelakuan anak-anaknya yang telah keluar dari norma-norma. Sungguh keluarga yang harmonis.

 Tapi siapa itu? pemuda dan pemudi yang mendudukiku malam tadi, mau ngapain lagi mereka? Entah mengapa, aku muak saja melihat mereka. Tapi, kelihatannya mereka cuma mau menikmati pemandangan laut.

 Ternyata dugaanku salah. Sepeninggal keluarga tadi, pemuda-pemudi itu mendekatiku, dan duduk tepat di atasku. Yang aku bingungkan, mengapa aku yang dipilih sebagai tempat untuk mereka.

 Tapi, sekarang aku ingin mendengarkan apa yang mereka omongkan. Siapa tahu mereka ingin melaksanakan sunah nabi, biar hubungannya halal.

 Mereka telah duduk di atasku, cukup lama diam. Aku masih memperhatikannya.

 "Karine, loe cinta gue, kan?" si pemuda mulai berbicara. Aku masih terus mendengarkannya.

 "Kapan, sih, Roy, gue nggak cinta, ama loe?"

 "Trus, ngapain loe kalau gue ajak ngelakuin yang satu itu, loe nggak mau."

 "Apa rasa cinta, harus ngelakuin itu."

 "Harus! sebagai bukti kalau loe emang cinta gue."

 "Oke! tapi dengan satu syarat, loe harus bertanggung jawab."

 "Itu nggak masalah."

 Astaghfirullah, aku beristighfar berkali-kali, dengan entengnya si pemuda tersebut berucap. Apa tidak ia pikirkan bagaimana masa depannya nanti?

91