Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/91

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Tidak, saja tidak memihak, sebab dalam hal ini saja hanja berdasarkan alas keadaan dan kenjataan diri saja jang njata.

Semoga pandangan hidup saja ini dapat sedikit memberikan pendjelasan dalam masalah falsafah jang menimbulkan bermatjam-maljam teori dan pertentangan-pertentangan pendapat itu.

Falsafah itu sesungguhnjalah merupakan suatu soal bagi diri saja. Dan soal ini harus didudukkan dan dipetjahkan sebaik-baiknja, agar dapat dipergunakan dalam berusaha mentjapai penjempurnaan kebahagiaan bagi diri.

Sesuatu soal tentulah harus didudukkan sebaik-baiknja sebagai satu masalah. Djikalau tidak demikian, maka bagaimanapun baiknja analisa dan pemeljahan soal itu didjalankan, hasilnja pasti tidak akan memuaskan. Saja bukanlah seorang ahli faksalah, tetapi dengan pikiran dan kejakinan jang ada pada saja, saja mentjoba mendudukkan dan memeljahkan soal falsafah ini pada dasar dan pokoknja.

Dalam usaha ini timbullah pada diri saja memperbandingkan kedudukan agama dalam diri saja dengan falsafah itu.

Saja bukanlah ahli agama, tetapi saja meramalkan adjaran agama, seperti me- ngerdjakan salat, puasa dsb. menurut kesanggupan dan taraf kejakinan saja.

Dan alhamdulillah saja merasakan kepuasan dalam hal ini dan berusaha terus dan meminta kepada Tuhan Jang Maha Pengasih dan Panjajang, agar disempurnakannja kejakinam dan amalan saja itu.

Dengan pengalaman ini njatalah bagi saja, bahwa orang biasa ilu dapat meng- amalkan adjaran agama, sungguhpun dia bukan ahli agama. Agama itu bukanlah monopoli dari ahli-ahli agama, Paralel dengan ini, timbullah pertanjaan dalam diri saja, jaitu bagaimanakah hendaknja pendirian saja terhadap lalsalah? Sajapun mau berfalsafah pula. Tetapi sają bukan ahli falsafah. Saja tjoba membaija buku-buku falsafah.

Djangankan sampai kepada achir dan udjud buku-buku falsafah jang saja usahakan memperhatikan dan memahaminja, sedangkan mengenai pokok-pokok soal sadja dalam buku-buku falsafah itu saja tidak mengerli. Apalagi falsafah dalam buku jang satu berlainan, malahan bertentangan pula dengan uraian dalam buku jang lain.

Saja tidak teruskan membalja buku-buku falsafah itu. Saja bertambah bingung karenanja.

Tetapi saja terus memikirkan soal mendudukkan falsafah itu. Maka timbullah pertanjaan dalam diri saja, jaitu kalau saja jang bukan ahli agama, jaitu orang biasa, dapat mengamalkan agama, apakah sebabnja orang jang biasa tidak akan dapat pula berfalsafah? Falsafah itu tentu bukan untuk ahli falsafah sadja.

Dari hasil pemikiran dan renungan mengenai falsafah itu, timbullah kejakinan pada diri saja, bahwa sebagaimana agama dapat dipeluk oleh orang biasa, maka suatu sistem falsafah jang sebenarnja tentu harus pula dapat dimiliki oleh orang biasa.

Maka perintjian ketentuan tentang falsafah itu, menurut kejakinan saja, ialah, bahwa suatu sistem falsafah jang sebenarnja itu harus :

I. dapat mudah dimengerti oleh orang biasa,

II. dapat diamalkan.

Berdasarkan falsafah Ilu bukanlah hanja untuk ahli falsafah sadja, maka haruslah orang biasa dapat memahaminja.

Dan hanja sesuatu jang dipahami sadjalah jang dapat diamalkan. Sesuatu jang tidak dapat dipahami, tentulah tidak akan dapat pula diamalkan.