Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/92

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Dan selandjutnja, sesualu sistem falsafah jang sungguhpun mudah dapat dipahami, tetapi tidak dapat diamalkan. tentulah tidak akan ada gunanja dan hanja akan merupakan chajalan belaka.

Dan pemakaian pikiran, jang menduduki peranan utama dalam falsafah, tentulah harus djangan sia-sia, sebab Tuhan memberi kita pikiran itu adalah untuk dipergunakan sebaik-baiknja dalam berusaha mentjapai manfaat sebesar-besamja.

Pendirian saja tersebut diatas, jaitu bahwa agama dan falsafah itu harus dapat dimiliki dan diamalkan oleh orang biasa dan agama itu bukanlah untuk ahli agama sadja dan falsafah itu bukanlah pula untuk ahli falsafah sadja pula, tentu tidak mengurangi ketentuan, bahwa chli agama dapat mendalami agama itu sedalam-dalamnja dan ahli falsafah dapat pula mendalami falsafah itu sedalam-dalamnja pula.

Sekarang timbullah pertanjaan, apakah mungkin ada sistem falsafah seperti jang dikehendaki itu, jaitu sistem falsafah jang mudah dimengerti dan jang dapat diamat-kan itu? Menurut kejakinan saja, maka sistem íalsafah jang demikian itu, bukannja hanja mungkin sadja, tetapi pasti ada.

Kejakinan ini adalah berdasarkan kenjataan, bahwa agama adalah memenuhi sjarat-sjarat Itu, jaitu agama itu dapat dipeluk dan diamalkan oleh orang biasa sedangkan agama itu adalah lebih dalam dari falsafah.

Hanja berhubung dengan falsafah ini timbullah pula kojakinan dalam diri saĵa mengenai kedudukan falsafah itu terhadap agama. Kalau seseorang memeluk agama, maka falsafah itu harus berada dalam kandungan agama, sebab falsafah jang dianut oleh orang jang memeluk agama, tidak boleh bertentangan dengan agama jang dipejuknja, Sebab kalau demikian halnja, maka seseorang itu akan mempunjai dua pendirian, jaitu pendirian setjara agama dan pendirian setjara falsalah.

Dalam hal seperti ini tentulah seseorang jang seperti itu tidak akan berbahagia. sedangkan udjud dari agama dan falsafah tentulah kebahagiaan bagi seseorang itu.

Seseorang itu memeluk agama adalah untuk dirinja sebagai satu keseluruhan dan bukan dia itu beragama untuk kejakinannja sadja dan djuga seseorang itu berfalsafah bukanlah pula hanja untuk kepuasan fikiraanja sadja, tetapi adalah untuk dirinja sebagai satu keseluruhan, jang djuga terdapat rasa dan kejakinan didalamnja.

Orang jang berfalsafah itu adalah orang jang beragama dan seseorang itu hanja mungkin mempunjai satu pendirian pula terhadap sesuatunja. Hanja dalam agama adalah kejakinan jang mempunjai peranan utama, sedangkan dalam hal falsafah adalah pikiran jang mempunjal peranan utama.

Tetapi biarpun kejakinan atau pikiran jang mempunjai peranan utama, namun jang bertindak adalah manusia itu sebagai satu kesatuan, jang dirachmati Tuhan memiliki tenaga kejakinan dan pikiran.

Alangkah besar rachmat Tuhan akan dirasakan oleh manusia itu, sekiranja kebahagiaan jang terkandung dalam agama itu dapat pula dipahami dan diljapainja dengan pikiran jang djuga ada dimiliki oleh manusia itu.

Demikianlah soal falsafah jang selalu mendjadi renungan saja. Apakah benar saja mendudukkan soal falsafah Ini?

Kalau benar, maka pastilah pula akan ada suatu sistom falsafah seperti jang digambarkan diatun, jailu jung berajarat: mudah dapat dimengerti dan dapat diamalkan dan jang djuga harus sedjalan, malahan jang terkandung dalam agama.

Sekiranja mendudukkan masaalah ini benar dan analisanjapun benar, maka tinggallah lagi soalnja menljahari dan mengemukakan sistem falsafah jang dimaksud.

Selandjutnja dal uraian diatas, djelaslah pula, bahwa dalam sistem falsafah jang dimaksud, harus pula dilindjen kedudukan kejakinan dan pikiran.

(Bersambung ke halaman 86)