Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/90

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dengan agama dan djuga berdasarkan jang telah diuraikan diatas mengenai udjud ada dan hidupnja manusia itu, serta udjud alam itu, maka bagi saja jang setinggi-tinggi ilmu jang harus ditjapai oleh manusia adalah :

..Kenalilah diri sendiri untuk mengenal Dia",

Tetapi jang demikian ini tentu bukan udjud, letapi djalan, sebab udjud adalah kebahagiaan sedjati dari manusia itu bagi dirinja.

Dan kebahagiaan sedjati itu hanja dapat diljapai dengan djalan mengenal si Pemberi Rachmat dan dengan menjampaikan sjukur kepadaNja atas semua rachmat jang telah dilimpahkanNja atas diri manusia itu, sebagai melunaskan hutang.

Maka menurut pendapat saja, falsafah itu adalah pandangan hidup, dalam mana pikiran mengambil inisiatip dan mempunjai peranan utama sebagai salah satu tenaga jang dimiliki manusia dan dipergunakan oleh manusia untuk menentukan isi dan tudjuan dari hidup dan alam dan djuga untuk menundjukkan djalan menljapai kebahagiaan sedjati dari manusia itu bagi dirinja sebagai satu kesatuan dan keseluruhan.

Dan dalam pandangan hidup saja, maka manusia itu adalah sebagaimana dia dalam kenjataan, jaitu jang mempunjai sifat buruk dan sifat baik. Manusia itu bukanlah baik sadja, suatu machluk sosial, seperti pernjataan dari Aristoteles, tetapi diapun bukan pula buruk semata-mata, sebagaimana dikatakan oleh Hobbes, bahwa seseorang itu adalah merupakan seekor serigala bagi jang lainaja, homo homini lupus,

Selandjutnja, bahwa manusia itu memiliki beberapa tonaga dalam dirinja, jang masing-masing mempunjai kodrat dan lapangan sendiri-sendiri.

Dan berhubung manusia itu adalah satu kesatuan, maka antara tenaga-lenaga jang ada pada manusia itu hendaklah diusahakan bantu-membantu dan kerdja sama dan diri manusia itu hendaklah merupakan suatu kesatuan jang harmonis, harmoni mana adalah harmoni dari pertentangan.

Dan alam itu adalah suatu rachmat, telapi rachmat ini harus diusahakan oleh manusia mentjari dan mentjapainja dan ini adalah mungkin, sebab dalam alam ini manusia itu sadjalaħ jang mempunjai pikiran. Selain dari harus ditjari, rachmat alam itupun kegunaannja adalah menurut waktu dan tempat pula dan inipun harus diusahakan oleh manusia itu mengetahuinja.


FALSAFAH DARI ORANG JANG TIDAK BERAGAMA.

Berdasarkan penggolongan jang saja adakan dalam falsafah, jailu falsafah dari orang jang beragama dan falsafah dari orang jang tidak beragama, djelaslah, bahwa saĵa tidak dapat membenarkan falsafah dari orang jang tidak beragama itu.

Malahan falsafah dari orang jang beragama sekalipun, djikalau falsafah dan agama itu tidak berada dalam harmoni pun tidak mungkin benar.

Falsafah orang jang tidak beragama ilu pada hakikinja tidak sanggup saja memahaminja, sebab saja bukan ahli dalam ketidak-agamaan.

Soal ini sebenaraja adalah soal kejakinan, tetapi dalam hal inipun saja ragu² sebab, mereka jang semata-mata berdasarkan ratio itu akan masih mempunjai kojakinan, adalah sesuatu jang sulit djuga dipahamkan.

Tetapi sekali lagi diterangkan, bahwa saja dalam uraian saja ini mendjelaskan suatu sistemi falsafah, adalah sebagai seseorang jang beragama, jang berusaha mentjari hazımoni antara laksalah dan agama itu, agar djangan terdapat pertentangan falsafah dengan agama dalam diri saja, sedangkan falsafah dan agama itu adalah falsafah dan agama saja sendiri, joitu kenjataan jang tidak dapat saja mungkiri.

Apakah saja dalam hal ini memihak ?