Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/8

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

manusia jang mengerdjakan susunan itu, ia menjusun suatu hubungan konstitusional menurut makna dan keperluannja, sehingga mau tak mau ia harus berhubungan dengan orang-lain. Djika ia menjusun barang² itu mendjadi suatu susunan jang teratur, umpamanja ia menjusun dari sebuah kertas kosong mendjadi sebuah kerlas jang mengandung djuga oleh orang-lain. Dalam hal demikian disebutlah, bahwa susunannja itu, jaitu sebuah lukisan jang terdiri dari sebuah kertas, tjoret²an tjat, dsb. mengandung makna, artinja si penjusun ingin menjampaikan sesuatu kepada orang-lain tentang kenjataan jang telah dialaminja, umpamanja ia melukis seorang wanita, si pelukis ingin memberi-tahukan kepada orang-lain tentang perhatiannja kepada seorang wanita jang pernah dilihatnya, Akan tetapi djika seorang meng-garis²kan tjat pada sebuah kertas tanpa maksud sesuatu apa, tjoret²anaja Itu djadilah, akan tetapi tidak bermakna, atau ia dapat men-tjoretkan tjat²nja dengan mengandung sesuatu makna, umpamanja ia ingin menundjukkan perhatlannja kepada sebuah gunung jang terbentang djauh dihadapannja, dilukisnja gunung itu, tetapi kemudian sebelum ia selesai melukis ia tidak tertarik lagi, dimoreng-morengnja lukisannja itu, sehingga makna-makna bertentangan dalam diri si pelukis itu, maka dalam hal, bahwa seseorang berbuat sesuatu tanpa makna, atau seseorang berbuat sesuatu dengan makna² jang saling bertentangan, disebutlah, bahwa orang itu melakukan sesuatu jang absurd. Sesuatu jang absurd setjara subjektif tidak dapat mengambil bagian dalam kebudajaan, akan tetapi bisa setjara objektif, umpamanja seseorang jang menjampaikan kepada orang lain, bahwa orang jang pertama itu sedang diliputi oleh perasaan absurd.


Dari beberan ini kesimpulannja ialah, bahwa segala sesuatu itu dapat mengambil bagian setjara objektif didalam kebudajaan, didalam peristiwa kemanusiaan apabila segala sesuatu itu tidak bersifat as sich, melainkan bersifat für sich. Dalam berhadapan stjara für sich dengan manusia, maka alam atau bagian alam disusun mendjadi suatu hubungan jang tersusun untuk mengambil bagian dalam hidup manusia jang penuh mengandung makna, seperti kita lihat seorang petani jang hendak mentjangkul sawahnja, ia menjusun tjangkulnja dari sebatang kaju dengan sebuah badja jang tadjam, sehingga dengan lebih mudah ia dapat mentjangkul sawahnja. Lambat-laun bila manusia sesudah lebih madju dalam menghadapi alam objeklifnja maka ia menemukan akal untuk meluku sawahnja itu setjara lebih praktik, dengan seekor atau dua ekor kerbau jang menarik lukunja, dan kemudian bila kemadjuan teknik sudah bertambah, maka manusia menemukapı traktor untuk keperluannja setjara lebih modern. Dari sedjarah porkembangan teknik manusia itu, maka sonantiasalah manusia ingin membebaskan diri dari alam, djika dahulu untuk mentjangkul sawahnja ia mempergunakan tjangkuljang sangat sederhana, lalusemakin bertambah praktik sampai kemudian menemukan traktor, make manuala sebagai daja alam atau djasmaniah makin diperingankan bebannja, dengan perkataan lain, manusia membebankan diri dari alam dan ini disebut, bahwa manusia berusaha melakukan transendensi terhadap alam, jaitu menerdjang keluar batas alam untuk menemukan hakikat dirinja sebagai machluk kebudajaan. Akan tetapi hal ini tak berarti bahwa manusia berusaha mengingkari dirinja sebagai bagian dari alam, meskipun tidak seluruhnja merupakan bagian alam itu, tidak, manusia tetap merealisasikan dirinja, bahwa sebagian dari dirinja adalah bagian alam, akan tetapi jang hendak ditjapai oleh manusia ialah seperti dikatakan oleh Bergson manusia ingin meratukan djalon hidup jung dirintangi oleh materi.

TJITA TJITA KEBUDAJAAN DALAM PERBURUHAN

Sebagaimana kita ketahui kebudajaan itu adalah suatu proses pengaturan atau "ordening” dari alant oleh manusia. Pordjuangan melawan alam tidaklah mengandung