Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/53

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Modern. Pada umumnja orang berpendapat, bahwa Zaini dan Oesman Effendi adalah pelukis ekspresionis jang terkemuka, meskipun dalam pameran ini hanja keluar dengan beberapa lukisannja. Djika Oesman Effendi dan Zaini mengambil pemandangan² alam; sebagai objek²nja, maka Nashar dan Sjahri mengambil manusia sebagai objek²nja. Dalam pada itu Trisno Sumardjo menundjukkan pengendapan jang mendalam dengan lukisan²nja.

Demikianlah dunia senilukis bergolak terus dalam suasana sekarang, dimana nilai kebudajaan sedang diperdjuangkan.

*

DALAM suasana kembali kepada kepribadian bangsa Indonesia pada pertengahan bulan Nopember BMKN setjara aktif mendjalankan tugasnja melantjarkan kegiatan kebudajaan dengan menggelarkan lantai Balai Budaja bagi pertundjukan² drama. Ketika drama saduran Usmar Ismail „Ajahku pulang” dikarenakan, sebelum pertundjukan itu dimulai Drs. Asrul Sani, Dekan ATNI, memberikan uraian pengantar, dimana dinjatakannja, bahwa drama modern nasional adalah drama jang diambil dari Barat, tetapi di- sesuaikan dengan bumi Indonesia. Usaha itu sudah ber-tahun² dimulainja, tidak hanja di Djakarta, bahkan sudah meluas ke Jogja dan Solo, Disebutnja, bahwa drama modern tjiptaan Tjekow, Gogolj dan Strindberg, jang telah disesuaikan dengan alam Indonesia. telah berhasil berbitjara kepada masjarakat Indonesia.

Setelah pengantar singkat itu pemain² ATNI membuka pertundjukannja, dalam mana tidak dipergunakan bentuk pentas atau panggung, melainkan bentuk arena. Drama „Ajahku pulang” memang mengandung momen² psikologik jang bermutu tinggi. Didalamnja dilukiskan konflik jang terus-menerus dan tragedi terdjalin dari awal sampai achir tjerita. Gunarto (Plot Them Burnama) adalah seorang pembalas dendam. Ia ditinggalkan ajahnja (Mansjur Sjah) bernama Raden Saleh pada waktu ia berusia 8 tahun. Dramatikus sangai plastik menjusun kata Gunarto dihadapkan ajahnja: Kami tak berajah. Kalau kami berajah, kami tidak menderita. Sekeping Freud tampak dalam drama ini: kompleks Oidipous oleh ketjintaan anak kepada sang ibu jang dilukai perasaannja oleh sang ajah. Oleh sebab itu Gunarto adalah seorang anak jang tidak mungkin melupakan dosa ajahnja. Sedangkan tokoh Raden Saleh sebagai ajah jang tak bertanggungjawab melukiskan suatu immoralitas. Sewaktu ia kaja ia terpikat oleh seorang perempuan lain dan meninggalkan keluarganja. Tatkala ia djatuh miskin ia kembali untuk menumpang pada anak²nja jang di-siakanja selama ini. Tetapi immoralitas ini berachir tatkala la didepan keluarganja menjatakan penjesalan dan minta ampun atas segala dosanja. Dari sudut moral ia sudah bertobat. Tiga tokoh lainnja, isterinja (Soljani Saputri), anaknja laki² Maimun (S. Manan Dipa) dan anaknja perempuan Mintarsih (lus Niar), menggambarkan sikap kemanusiaan sedjati. Gambaran dari tokoh dalam tjerita ini lengkap sokali, padat dan hebat. Tetapi segera pula timbul pertanjaan, apakah jerita diatas mungkin terdjadi dilingkungan keluarga Djawa? Oleh karena itu penjaduran dengan memilih nama seperti Gunarto, Mintarsih, dsb. tidaklah beruntung, sekalipun dikatakan oleh Asrul Sani, bahwa drama nasional modern ialah pemindahan drama modern Burat kealam Indonesia. Namun rangka tjerita tersusun se-akan² suatu persoalan ilmupasti jang dipindahkan kelapangan ilmudjiwa. Dan apresiasi kita tidaklah lenjap kepada penjadurnja jang sanggup me-dejapanisasi „Ajahku pulang” itu hingga terdjadi suatu nasionalisasi Indonesia dengan horison so-djauh²nja. Sebab menurut adat istiadat Djepang seseorang jang telah minta maaf, apalagi ampun, haruslah dimaafkan dan segala dosanja dilupakan. Tidak terang benar siapa pengarang asli tjerita ini, barangkali benar djuga ia ingin menggambarkan suatu kedjebolan akar