Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/52

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

pian peras banjak sekali dipakai pada setiap upatjara2 kematian, potong gigi, kelahiran dan menempati rumah baru.

Penjelenggaraan pameran itu menerangkan, bahwa tiada kata2 dalam bahasa Bali bagi seni dan seniman. Hal ini benar dan logik ; membuat sebuah persembahan jang indah, memahat sebuah batu untuk gapura pura ; membuat sebuah lengkapan topeng, adalah tugas kepentingan estetik jang sama dan walaupun seniman dianggap sebagai anggota istimewa dari masjarakat itu, namun tidaklah terdapat suatu golongan seniman tersendiri. Seniman di Bali pada hakikatnja adalah sekaligus seorang pekerdja dan seorang amatur, kebetulan atau memakai nama samaran, jang mempergunakan bakatnja sambil mengetahui, bahwa tak seorangpun hendak memelihara namanja untuk keturunan. Satu2nja maksud jang dikandungnja ialah mengabdi kepada masjarakatnja, bila ia melihat pekerdjaan itu baik dilaksanakan, misalnja bila ia dipanggil menghiasi gapura didesa itu, atau memahat gapura tetangganja atau djasa2 lain jang bersamaan. Orang Bali sangat bangga akan tradisi mereka, tetapi mereka djuga progressif. Apabila pikiran dari luar menjentuh fantasi mereka, maka mereka terima itu dengan penuh minat seperti milik mereka sendiri. Segala matjam pengaruh dari segala matjam pendjuru, India, Tiongkok dan Djawa, telah memberi tiap pada kesenian Bali, tetapi itu telah ditjernakan kedalam tjara mereka sendiri dan dalam prosesnja benda2 itu mendjadi chusus karja Bali jang njata.

*

BERSAMAAN dengan pameran tentang kesenian Bali itu, Balai Budaja mengambil bagiannja. Ketika itu publik Djakarta menjaksikan suatu Bandung modern dalam warna lukisan dua pelukis pemuda, But Mochtar dan Srihadi, jang telah mendapat pendidikan kesenian di Institut Teknologi. Seksi Seni Rupa. Pameran jang penjelenggaraannja dibantu oleh Departemen PP dan K Bagian Kebudajaan itu terdiri dari lebih-kurang 40 lukisan tjat minjak, beberapa sketsa dan pastel. Lukisan2 jang dipamerkan itu adalah terutama hasil2 mereka dalam periode 1958/1959 jang sebagian besar merupakan hasil kundjungan mereka kepulau Bali. Pada umumnja kedua pelukis muda ini mempergunakan bidang2 warna untuk objek2 jang mereka lukis. Terutama Srihadi lebih tjenderung kearah warna2 muda, baik dalam pemakaian kontur, maupun untuk bidang2 utama dalam lukisan2nja, sedang But Mochtar lebih banjak membuat kontras2 antara warna2 terang, semu dan warna muda. Meskipun demikian menurut resensen Radio Republik Indonesia pada kedua pelukis itu masih kita lihat ikatan2 matematik dalam komposisi. Penjusunan warna dan bidang2 untuk melukiskan sesuatu objek kadang2 nampak demikian teliti komposisinja hingga menghilangkan kespontanan dalak lukisan itu. Pada Srihadi terlihat komposisi matematik ketika ia melukis Priangan dan Tjili Hidjau, tetapi sebaliknja lukisan Lembang tampak spontan. Dalam pada itu But Mochtar dalam melahirkan emosinja banjak mempergunakan kontras2 jang segar.

Pameran kedua pelukis muda diatas trlah luar biasa lakunja, banjak sekali jang terdjual, sehingga menimbulkan diskusi jang tjukup ramai dikalan pelukis2 jang sudah tua, jang memandang fenomen lakunja lukisan2 itu terdjual sebagai fenomen jang mengandung bahaja, jaitu bahwa pelukis akan menjeleweng dari pengabdian kepada seni mendjadi pengabdian kepada uang. Maka dibukanja pameran baru di Balai Budaja beberapa waktu kemudian pantaslah kita tjatat sebagai peristiwa jang tjukup penting, jaitu pameran senilukis modern berupa karja para pelukis jang tidak tergolong muda lagi dari ibukota, seperri Trisno Sumardjo, Zaini, Nashar, Oesman Effendi, Sjahri, dan para pelukis jang masih muda. Sebagian besar dari lukisan2 mereka bertjorak expresionis, suatu aliran jang pada saat ini hidup berpengaruh luas dikalangan pelukis2 Indonesia