Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/210

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

realisme pada tindak intensional. Fenomenologi dialektik mempergunakan suatu Reduktion, jaitu suatu metodus jang setjara sisiematik herpangkal pada pengalaman dan didalam pengolahan pengertian² keharusan dari metodus itu metodus tersebut terus- menerus mengadakan kontak dengan pengalaman, dari mana pengertian² ini dilahirkan dan ekspresi² dari pengertian ini dipunjai oleh pengalaman itu. Dunia disekitar kita ini jang terhampar dimuka kita belumlah mendjamin evidensi² jang apodiktik. Pertama² kita barus meragukan evidensinja dunia ini seperti alam, bumi, hewan, tumbuh²-an, malahan sesama manusia kita, pendeknja semua sadja jang disebut fas nichi-Ich. Karena evidensi² tadi masih harus kita ragu²kan, maka terhadap benda² itu harus kita lakukan Einklammerung, jaitu benda² tadi, segala das nicht-Ich tadi kita anggap se-akan² tidak ada. Jang tinggal adalah das-ich jang pasti ada, karena das Ich inilah jang dapat meng-einklammeren segala das nichi-Ich tadi. Tidaklah mungkin das Ich turut eingeklammert, karena apabila das Ich telah turut eingeklammert, hal itu tidak mungkin. Karena itu das Ich menurut Husserl merupakan bentuk evidensi jang tertinggi. 7) Dalam kegiatan bentuk evidensi jang tertinggi inilah diketemukan kembali: segala sesuatu jang telah dianggap se-akan² tidak ada tadi, tetapi dalam penemuan kembali ini evidensi² tadi telah merupakan fenomen jang murni. Dengan gaja jang telah kami pergunakan evidonel jang masih kita ragukan tadi disebut pengalaman spontan, sedang evidensi jang telah tidak kita ragukan tagi disebut pengalaman jang telah dikonstruksikan, dengan mana oleh bentuk avidensi jang tertinggi maka evidensi² lainnja dikonstitusikan mendjadi dunia dalam arli fenomenciogik eksistensial. Setelah itu barulah dilakukan suatu pandangan kehakikat (Wesenschau) dan dengan demikian kita tidak berpikir dalam rangka djiwa subjektif dan djiwa objeklif, karena evidensi jang tertinggi tidak sebagai djiwa subjektif ditarik oloh evidansi lainnja sebagai djiwa objektif. Ternjata, bahwa fenomenologi dialeklik mentjari penjelasaian pertentangan subjek-objek dengan tjara jang lain, karena persoalan tarik-menarik tidak ada. Tidak ada pula pengatjauan subjek-objek sebagaimana tadi telah disignalser aleh Russol pada idealisme dan materialisme. Fenomenologi dialeklik mentjari penjelesaian tersebut dengan djalan menarik diri dari objek jang hendak menggodanja, lalu mengkonsolidasikan dirinja dulu setelah itu kembali Iagi, Bukankah hal ini mengatakan kita kepada hukum sedjarah jang oleh Toynbee disebut hukum tantangan djawaban? 29)

Djadi, kembali kepada Bergson, kesalahannja telah kami tundjukkan, jaitu karena ia tidak melangkah kedalam tindak intensional. Tetapi ini tak berarti, bahwa ia gagal dalam seluruhnja. Disertasinja „Essai sur les donnges immediates de la conscience” tetap merupakan suatu karja jang agung.

SUATU FALSAFAH DEMOKRASI

Terutama dengan penolakannja terhadap intelektualisme jang kontemplatif itu Bergson telah menjumbangkan sesuatu dalam pembiusan masjarakat kemanusiaan. Falsafah intuisinja itu memperlihatkan suatu kebenaran dan dalam hal ini ia sangat berhasil, bahwa djustru intelektualiame itu suatu laikisme sebagai dengan brilliannja dibuktikan dalam “Los deux sources Je la morale et de la religion”. Dalam bagian kedua dari buku jang kami sebutkan ini Bergson menelaah dua matjam agama, jang pertama agama statik timbul oleh inteligensi, dan jang kedua agama dinamik timbul oleh intuisi. Agama

___________
28) Menurut S. Strasser dalam karangannja “Beschowingen over hel vraagstuk van de apodicticiteit en de critische verantwoording van de phenomenologie” dalam Tijdschrift voor Philosophie tahun ke-VIII no. 2-3, p. 292
29) Arnold J. Toynbee, Een studie der geschiodenis, bewerkt door D.C. Somervell, Vert. Ph de Vries, Bussum, 1949, pp. 177-160.