Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/205

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

pamanja pada suatu hari seorang pengendara betjak menjaksikan suatu tubrukan mobil dengan tram, maka pengalamannja jang spontan dalam waktu jang tjepat telah terkonstruksikan. Pengalaman jang sedemikian itu adalah pengalaman dari kenjataan² jang konkrit dan berubah, tetapi se-akan² oleh akal manusia fragmen demi fragmen dari pengalaman tersebut dipotret dan djadilah gambaran jang mati. Masing² dari objek² jang konkrit dan berubah, tetapi se-akan oleh akal manusia fragmen demi fragmen menurut Bergson menundjukkan sifat² jang berfaedah bagi tindakan manusia ¹⁴). Menurut Bergson selandjutnja apabila empirisme hendak meletakkan aksentuasi pada keharusan berpikir menangkap fakta untuk mentjapai pengetahuan jang benar dan seakan² hendak mempersatukan dirinja dengan kenjataan objektif, maka setjara implisit sebenarnja empirisme telah mengemukakan suatu evidensi jang langsung berhadapan dengan tindak kesadaran manusia. Dalam hal jang demikian empirisme sebenarnja telah mengingkari diri karena sebagai empirisme telah mengatjaukan suatu penghajatan intuitif setjara langsung terhadap kenjataan dengan analisis ilmiah dari ilmu-pengetahuan positif, sesuatu jang tjukup aneh. ¹⁵) Kekuatan empirisme sebenarnja terletak dalam kenjataan, bahwa kita berhadapan dengan objek kita. Pada waktu kita berhadapan dengan objek kita ini, maka bagaimanapun djuga sebenarnja pikiran kita telah terlambat dalam hendak menangkap objek itu, jang terletak dihadapan kita sebagai suatu evidensi. Bergsonpun menjatakan keheranannja, bagaimana kita dapat mempergunakan pikiran kita untuk menangkap objek itu sedang objek itu demikian langsung merupakan suatu evidensi. ¹⁶) Tetapi empirisme mentjoba membuat suatu pengertian tentang objek jang diponeer itu. Ini menimbulkan suatu dilema, sehingga Hobbes (1588-1679) mengawinkan empirisme dengan rasionalisme. Dengan Hobbes maka empirisme berubah mendjadi positivisme, jaitu suatu empirisme tetapi dilaksanakan dengan motodus² fisika matematik, sehingga falsafah berarti pengetahuan jang diperoleh dengan pemikiran jang tepat, pengetahuan tentang fenomen jang diperoleh dan sebab dan tentang sebab jang diperoleh dari fenomen. Pengalaman ialah pangkal segala pengetahuan, sedang pikiran mempunjai peranan bukan hanja sebagai funksi mekanik, jaitų funksi jang mendjalankan gerakan jang berdjalan setjara keharusan oleh sebab fisik, melainkan djuga sebagai funksi penghubung djiwa dengan segala sesuatu jang diidealisasikan oleh djiwa itu dengan djalan mempergunakan kata jang terdiri atas tanda² jang konvensional sekali. Istilah² umum tidaklah lain daripada nama² untuk pelbagai lukisan sedjenis jang tergambar dalam memori. ¹⁷) Adalah djelas djawaban jang diberikan oleh Bergson terhadap pendirian ini jang menjatudjui pendapat Hobbas, bahwa setiap kata adalah konvensional, tetapi apabila tertjampur-aduk antara kata dan bahasa, maka akan terdjadilah sualu masjarakat jang mati, karena menurut Bergson bahasa bukanlah sesuatu konvensi. ¹⁸) Djika langkah jang mendjadikan masjarakat mati, maka hal itu disebabkan karena rasionalisme dan kritikisme sebagaimana dilihat oleh Guvitch telah mengira, bahwa pengalaman jang langsung tidak simbolik dan spontan itu sebagai pengalaman jang tidak langsung, simbolik dan dikonstruksikan. ¹⁹) Dengan demikian kita melihat suatu perang saudara antara empirisme disatu pihak dan ____________
14) La pensée et le mouvant, p. 90. 15) La pensée ei le mouvant, p. 90. 16) De Scheppende evolutie, p. 252. 17) Lih. tulisan kami „Positivisme ante Kanlian” dalam „madjalah INDONESIA” tahun IX, No. 7 p. 254 18) La pensée et le mouvant, p. 86. 19) G. Gurvitch, L'Expérience juridique ot la Philosophie pluraliste du droit, Paris, 1935, P. 20.