Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/194

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

ONG HOK HAM:

ASIMILASI DAN MANIFESTO POLITIK

Bila soal asimilasi diperdebatkan maka selalu timbul adjective (kata tambahan) „paksaan”, dan „sukarela”. Perkataan ini dipakai tanpa memikirkan arti „paksaan dan „sukarela”, terutama pada zaman kita sekarang ini. Djaman kita ini terutama berada dalam tanda „tarpimpin" atau „planning”, Dibanjak negeri sekarang rentjana² pembangunan ekonomis lima tahun, sepuluh tahun dil, sedang populer, jang pada pokoknja berarti ekonomi „terpimpin”. Dimana ada planning” disitulah ada „pimpinan”. Di Indonesia kita mengenal „ekonomi terpimpin", „studi terpimpin", demokrasi terpimpin”, dil. Oleh kebanjakan orang tjara bekerdja dan membangun negara dengan tjara „terpimpin” ini diterima.


Bia soal asimilasi timbul maka kata „paksaan" ini selalu di-hubung²kan pada pengertian asimilasi sehingga orang bisa mendapat kesan bahwa asimilasi berarti „paksaan perkawinan”, paksaan penggantian agama” dan lain! matjam paksaan. Kita lupakan bahwa pantja sila dan undang² dasar kita mendjamin hak² asi manusia dan mendjamin tidak akan dilaksanakan paksaan² setjara bukan². Sifat² bangsa Indonesia ini tertjantum dalam pantja sila dan hidupnja sila kemanusiaan dalam bangsa kila lebih mempertebal djaminan Pantja Sila.


Dilain pihak, dari gelongan majoritet sendiri akan ada keberatan bila ada „paksaan perkawinan” atau paksaan asimilasi setjara biologis”. Pun dari golongan majoritet orang² akan menantang bila umpamanja dia dipaksa kawin dengan seorang dari golongan minoritet.


Mempersoalkan „paksaan” pada asimilasi adalah naif. Djadi terang bahwa „paksaan” asimilasi adalah ilogis dan tak mungkin terdjadi, Siapapun djuga tak pernah memikirkan asimilasi „paksaan"”. Ketakutan dan memperbintjangkan soal „paksaan” pada asimilasi adalah mentjari jang tidak² hanja untuk menakuti orang pada pengertian asimilasi: hanja bertudjuan untuk menghindarkan asimilasi. Sampai orang² melupakan tudjuan pokok, jaitu asimilasi dan melulu ingat pada paksaan”.


PERBEDAAN ANTARA „TERPIMPIN” dan „PAKSAAN".

Sekarang Ini pemerinfah bisa mengadakan rentjana untuk asimilasi golongan warganegata Indonesia keturunan Tionghoa kedalam majoritet. Pemerintah bisa mentjiptakan suasana dimana perhubungan antara minorilet dan majoritet dipererat dan dimadjukan, Umpumanja dengan mengadakan sekolah² tjampuran, dimana murid²nja adalah sebagian dari minoritet don sebugiun dari majoritet. Selain liu dengan mendirikan perkumpulan² tjampuren dengan mengikut sertakan setjara lebih aktif dalam ekonomi terpimpin, dalam koperasi², dalam kegiatan² soslal lain²nja, dst. Djadi dengan tak ma-menganggap lagi penduduk minoritet sebagai suatu golongan tersendiri.


Terpimpin dan peksaan ini berbeda dalam deradjat dan batas² antara deradjat² ini didjamin oleh Pantja Sila jang menijakup sila kemanusiaan. Perbedaan antara kedua pengertian ini kiranja mendjadi djelas dengan tjontoh² berikut ini: Bila pemerintah menetapkan djodoh' bagi orang” jang mau kawin, maka ini paksaan. Bila pemerintah