Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/187

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

pemikiran dan perasaan bangsa kila, kini telah njata² ada didalam tangan kita. Datanglah kini suatu perasaan sensasi baru, jakni sensasi dari kemerdekaan sebagai sesuatu jang telah wudjud, dan jang terpenting sensasi dari APA SELANDJUTNJA. SETELAH MERDEKA ? Dengan tiba² dirasa, bahwa diri kita kini telah tegak dan duduk sama tinggi dengan bangsa² mereka lainnja, bangsa² jang selama ini, oleh kenjataan bahwa mereka merdeka dan berdaulat, sedikit banjaknja kita pandang dengan minderwaardigheidcomplex dalam diri kita. Kini, minderwaardigheidcomplex itu lenjap. Sensasi dari kemerdekaan dan kedaulatan itu, dari hak untuk menentukan diri sendiri, tiba² menghenjakkan dirinja pada kita.

Romantik dari Angkatan Pudjangga Baru tak perlu lagi. Romantik dari ketaklangsungan harus menjingkir diri bagi realisme dari situasi kekinian, jakni kekinian jang konkrit, jang meminta kesegeraan dan kelangsungan. Nada dari keluhan dan bisikan dari Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane dibawah purnama, diganti dengan kerikil tædjam dan darah berbusa dari sadjak² seperti "Antara Krawang - Bekasi" dan Perdjandjian dengan Bung Karno" punja Chairil Anwar....

Agaknja, suasana pengalaman total serupa inilah jang didalam pandangan tokoh² perdjuangan kita perlu ditjoluskan kembali, untuk mendjadi suatu taraf didalam usaha kita menjelamatkan kehidupan bangsa kita kini. Suasana itu ditempatkan kembali di dalam kedudukannja jang sjahdu dan aulia. Apabila suasana itu dapat dialami kembali. maka agaknja dapatlah ditjetuskn sederetan tindakan jang dapat berkesudahan dengan tindakan² total. Dan hasil dan akibat apakah jang diharapkan dari tindakan total selain daripada hasil² total pula, jakni hasil² jang tak kepalang tanggung, djustru apa jang dibutuhkan oleh bangsa dan negara kita dewasa ini?

Memang, setjara memintas sadja, kita ingin mengalakan, bahwa tanggal 17 Agustus 1945 itu dianggap sebagai suatu tanggal jang keramat. Kekeramatannja kini kita perlukan, untuk mengatasi persoalan² kita kini jang tampaknja agak parah djuga. Berhasil tidaknja usaha itu, sebaiknja kila nantikan sadja.

Tentu sadja kita ikut mengharapkan, agar usaha itu berhasil. Sebab kita, mau tak mau, ikut tersangkut didalam bentuk masjarakat jang terkandung didalam harapan para pentjetus Musjawarah Angkatan 45 itu.

Hanja sadja kita ingin menjampaikan harapan kita, agar harapan itu djangan tjuma harapan sadja. Sebab, tanpa disusul dengan deretan tindakan jang njata, jakni tindakan jang merupakan djawab langsung atas tantangan masanja, maka harapan itu tak lebih daripada harapan kepada tenaça suatu mitos sadja.

Apabila dibidang kebudajaan umumnja, kesusasteraan chususnja, Angkatan 45 sudah tak berbiljara apa² lagi kepada para budajawan dan sasterawan kini, karena mereka beranggapan, bahwa sesuatu pengalaman, betapapun totałaja, adalah einmalig, dan tak dapat diaktuilkan, maka dibidang kehidupan politik ditanah air kita ini, kita sangat ingin tahu, sampai dimana mengaktuilkan itu akan berhasil.


(Dari: RRI prog. III)