Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/172

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Ja, tapi mengapa sianak harus dibunuhnja? Kita boleh menerima atau tidak alasannja: takut kepada pendapat masjarakat. Tapi itulah dia, manusia jang mengaku bahwa jang pertama-tama adalah aku, kemudian dia dan dibelakang sekali, alam, masjarakat. Existensi manusia adalah dirinja, karena ada dirinja adalah alam dan didjauhan sana ada Tuhan. Itu kalau dia pertjaja kepada Tuhan, kalau tidak, Tuhan pun tidak ada dalam tanggapannja.

 Pada Rahaju masih ada ketakutan itu, ketakutan kepada masjarakat, ketakutan kepada pendapat, ketakutan kepada gagasan adanja Tuhan, Tuhan masih hidup dalam djiwanja, membikin kehidupan batinnja bergolak. Dan adalah tidak tepat sesalan ibunja jang berkata kepadanja: „Dari ketjil kalian berdua kami tanamkan kapertjajaan pada agama, pada Tuhan — tapi semuanja itu kini sedikitpun tidak ade jang tinggal”. (hal. 500).

 Dari betapa banjak sudut-sudut nilai-nilai hidup dilihat sehingga nampak relativiteitnja. Apa bagi jang satu disebut tjinta bagi jang lain adalah hawa nafsu dan egoisme. Apa oleh jang satu dianggap pengetjut oleh jang lain dipertahankan sebagai keberanian bertanggung djawab, tjinta sutji dirasakan sebagai tjinta kedji (perhatikanlah pertjakapan-pertjakapan antara Trisno dan Hartati). Apa jang oleh seorang dianggap kepertjajaan oleh jang lain disebut kelemahan (pertjakapan Adang dan ibu Hartati) dan apa jang dirasakan sebagai mentjintai oleh jang lain dikatakan menjiksa, menganiaja (Adang-Trisno), kedjudjuran dan kesutjian niat antara orang berdua belum tentu kedjudjuran bagi orang luaran terhadap siapa orang berdua itu malah hidup dengan dusta dan chianat (pertjakapan Trisno — Hartati, 509), dan demikian seterusnja, tergantung dari sudut mana orang memandang dan menimbangnja. Dan oleh banjaknja segi-segi ini djadi tahulah kita apa manusia itu dalam menghadapi situasi jang beraneka ragam, manusia dari darah dan daging, niat baik dan hawa nafsu, dasar-dasar moral dan kehidupan, masjarakat dan individu.

 Pada achir tjerita dinjatakan bahwa Adang tak mempunjai kelaki-lakian karena itu isterinja djadi tak dapat hidup bahagia, ditambah pula dengan kelalaiannja senantiasa meninggalkannja seorang diri dirumah karena sibuknja menjelesaikan urusan pekerdjaannja. Kilatan pikiran jang pertama pada pembatja dan penonton ialah bahwa ia impoten. Dan memanglah demikian. Tapi impotensinja ini bukan karena sesuatu sebab jang fitri, tapi karena ia dalam pertempuran gerilja mendapat tembakan mortir pada bagian vitalnja. Ini saja rasakan sebagai suatu hal jang ditjari-tjari. Pengarang agaknja tak dapat melepaskan diri dari pola sambojan dan penjebutan kemerdekaan tanah air, repolusi, gerilja dan mortir menurut perasaan saja hanja ornamen jang ditempelkan pada barang jang baik. Impotensi jang fitri bukan suatu alasan jang tidak bisa diterima dan kalau Hartati tetap menjalakan tjintanja dengan bersedia mendjadi isterinja Adang, hal itu dapat dimengerti dipandang dari sudut usianja jang masih muda dan penuh romantik. Agaknja padanja antara tjinta dan kasihan belum dirasakan perbedaan dan sesudah djandji setia terutjapkan dia tidak berani memutuskannja lagi. ²)

Oleh adanja tambahan ini disertai pula demonstrasi niat bunuh diri jang sampai beberapa kali tidak terlaksana oleh Adang, penjelesaian drama jang penuh persoalan ini terasa diulur-ulur.

*

„Sekelumit Njanjian Sunda” adalah suatu drama dua babak jang penulisannja di- ____________________
²) Dalam suatu surat pertahanan pribadi pengarang menulis: “—impotensi fitri untuk Adang saja rasa bisa melemahkan sikap Hartati sebagai isteri jang tidak mau minta tjerai. Malah sebaliknja, tidak ada halangan atau sesuatu “wadjib moril” Hartati untuk terus djadi isteri Adang. Ia berhak dan dengan gampang minta tjerai”.