Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/141

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

itu ia juga mengalami di-ibu kota ini. bahwa ada oto² jang lewat dari kanan dan kiri, sehingga ia hampir keserèmpèt: ia djuga memperhatikan bahwa oto² Djakarta djalan hampir dua kali lebih tjepat daripada oto² Djokja. Pengalaman ini, ditambah dengan pengalamannja ditengah djalan ke Kaliurang belum merupakan suatu dasar jang tjukup teguh untuk djalan-likirannja, jang membawanja kepada keputusannja ,,semua sopir Djakarta demikian".

Apabila kita meraih kembali kepada peristiwa di Djokja, maka djelaslah bahwa utjapannja mengandung suatu penilaian mengenai sopir² Djakarta lainnja, jang tidak hadir pada saat itu, suatu penilcian jang, seperti telah kita lihat tadi, sudah tentu tidak berlaku umum, oleh karena ini hanja berdasarkan beberapa tjontoh jang aksidentil, d.l.p. pendapatnja mengenai sopir² Djakarta lainnja mengandung suatu penilaian, jang diutjapkannja berdasarkan suatu sikap atau suatu kejakinan jang telah dimilikinja terlebih dahulu, berdasarkan beberapa tjontoh jang kebeiulan; djadi penilaian ini merupakan suatu prasangka.

pabila kita kini menganalisakan situasi dari tjontoh kita, tempat benih prasangka ini berakar, maka tarnjata bahwa situasi ini bersifat emosionil, sedangkan momen² rasionil hampir tidak berperanan. Marilah kita mengikuti sopir kita didalam pengalamannja itu. Mula² ia terkedjut dan selandjutnja ia bontji akan lalulintas diibu kota, jang sebenarnja ia tidak kenal, djadi jang d.l.p. asing baginja. Dalam hal ini ia memikirkan situasinja dengan sadar. Situasi itu merupakan suatu antjaman bagi otonja, jang sampai kini selalu disajangi dan dipelihara dengan baik; olo itu terdjalin dengan eksistensinja sendiri, dan oleh karena itu pula antjaman terhadap otonja merupakan suatu antjaman bagi dirinja sendiri. Teringallah pula kila, bahwa ia belum lama mendjadi sopir. Dan oleh sebab emosi-nja berkuasa, maka mendjadi makin sulil buginja untuk mengambil suatu djarak terhadap situasi itu: hal jang mengantjam, jang tidak diingini, dan jang tidak dikenal atau asing, mempertadjam keadaannja tidak-berdaja terhadap situasi itu. Tekanan psychis ini menuntul suatu penjelesaian, jang memang terdjadi melalui suatu djalan emosionit, segi rasionilnja didorong kebelakang, dan dengan demikian sampailah sopir kita kepada suatu keputusan-menjamaratakan atau generalisering jang tidak bertanggungdjawab setjara real; djadi penjelesaianaja pada hakekatnja hanja merupakan suatu „rasionalisasi” atau „mentjari alasan" dari apa jang tidak dapat diolahnja sebagai suatu pribadi total. Guna menjembunjikan keadaannja tidak-berdaja dan jang kurang teguh itu, ia menjalahkan orang lain: sikap ini berhubung dengan situasi chusus ini achirnja mendjadi suatu sikap atau suatu kejakinan, jang, mengingat tjontoh kita dari peristiwa ditengah djalan ke Kaliurang, mendjadi dasar terbentuknja suatu prasangka terhadap sopir² Djakarta pada umumnja.

Templat:TABDari analisa-situasi seperti dilukiskan tadi, mendjadi njata, bahwa salah satu sifat dasar jang terpenting dari prasangka ialah bahwa prasangka ini merupakan suatu penjembunjian atau penjamaran dari suatu rasa-takut terhadap suatu situasi-hidup tertentu, baik ini diwakili oleh objek², maupun oleh subjek².

Selandjutnja kita dapat menarik suatu kesimpulan penting jang lain dari analisa tadi, jaitu sampai dimana sopir itu „dikenai" oleh situasi itu, jang turut menentukan terbentuknja prasangka. Deradjat dikenai sopir itu dengan sendirinja menentukan intensitet tersangkutnja" diri sopir itu. Hal ini njata sekali pada sopir Djokja itu, jang djustru ia seorang sopir, karena identifikasinja dengan otonja, tersangkut setjara intensif didalam situasi tadi. Tersangkutnja setjara intensif itu berarti bahwa ia ,,dikenai" di dalam pribadi totalnja, djadi didalam eksistensinja aTau adanja, dan disitu berakarlah sjaratnja untuk membentuk suatu kejakinan, jang membawa kepada prasangka.

Templat:TABTidak sulit bagi kita untuk membajangkan bahwa bagi seseorang jang bukan sopir atau bukan-pemilik oto, situasi tadi mengandung suatu arti jang berlainan sama sekali,

127