Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/130

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

KENJATAAN SEBAGAI FAKTOR

Pergaulan jang dilihat oleh para wartawan itu adalah sesuatu kenjataan jang mutlak, tetapi pertunangan jang mereka gembar-gemborkan itu bukanlah kenjataan sama sekali. Dalam misal ini tampil kemuka pula ekonomi dalam tjara² kita berpikir itu, jakni djelaslah tampak disini penjederhanaan² dalam hal berpikir dan menarik kesimpulan, jang telah dilakukan oleh para wartawan jang budiman.


Kita dapat mengatakan faktor kenjataan ini berhubung pula dengan desas-desus: jakni pada desas-desus kenjataan itu tidak mutlak.


Tetapi sesuatu hypothese ilmiah, jang dikemukakan oleh seorang sardjanapun tidak mengandung kenjataan jang mutlak. Hypothese hanja kira2an: mungkin benar, mungkin tidak dan sesuatu penjelidikan landjut akan dapat atau tidak dapat membenarkan hypothese itu.


Kalau begitu apakah bedanja sesuatu hypothese dan sesuatu desas-desus ? Perbedaan antara kedua istilah ini sangat menjolok: desas-desus berhubung dengan penghidupan perasaan (emosi), sesuatu hypothesce hendaknja terutama berhubung dengan penghidupan berpikir (ratio), dimana pada umumnja, tiap² perasaan, jang dapat mengeruhkan hasil pikiran jang murni, sedapat mungkin djanganlah memegang peranan. Lagipula sesuatu hypothese dapat kita udji, sesuatu desas-desus sukar untuk diudji, walaupun di Amerika Serikat ahli² ilmu djiwa mengadakan penjelidikan² jang sungguh² tentang asal-usulnja desas-desus itu.


Mungkin ada diantara kita jang hendak mengatakan, bahwa sesuatu paham keagamaan atjapkali tidak berdasar atas kenjataan. Kita tidak dapat mengetahui adakah apa jang dikatakan oleh Islam dan Keristen tentang Surga dan Neraka itu benar.


Tetapi pada tiap² paham keagamaan ada sematjam kenjataan jang mutlak : orang Keristen pertjaja, bahwa Kitab Sutjinja mengandung kenjataan ini dan bahwa apa jang tertera dalam Kitab itu adalah benar. Kenjataan itu memperoleh bentuknja dalam Kitab Sutji ini. Kita katakan, bahwa mengenai paham Keagamaan ini ada sematjam kenjataan luar (virwendig) dalam bentuk Kitab Sutji itu.


Djuga bila seorang dokter mengatakan, bahwa seseorang menderita penjakit malaria, kita pertjaja perkataan dokter itu benar, walaupun mungkin dokter itu dapat djuga mengadakan diagnose jang salah. Dalam hal ini si dokter ilu kita anggap sebagai sesuatu kenjataan Juar, jang kita anggap dapat dipertjajai, sehingga apa jang dikatakannja bukanlah desas-desus bagi kita.


Pada desas-desus sesuatu kenjataan juar sebagai inipun tidak akan kita lihat.


Sesuatu desas-desus mengandung pula sesuatu arti praktis : jakni desas-desus harus menarik perhatian daa perasaan chalajak ramai. Sesuatu kabar jang hanja menarik bagi para nelajan misalnja, tidak akan Kita namakan desas-desus. Bagi chalajak ramai pada umumnja kenaikan harga alat² nelajan tidak akan mengandung arti. Berita sebagai ini, walaupun belum berdasar atas kenjataan seluruhnja, pada hakekatnja tidak akan kita sebut desus-desus, (mungkin para nelujan kita menamakannja desas-desus) sebab tidak menarik perasaan kita, tidak mengandung sesuatu arti jang praktis bagi kita.


Lain hal misalnja bila para nelayan atjapkali melihat ada se-ekor ikan besar sekali sering muntjul tidak djauh dari pantai A. Menurut nelajan² itu ikan itu luar biasa besarnja. Kita dapat mengerti, bahwa berita sematjam ini mungkin ter-sebar-sebar dengan pesatnja dikalangan chalajak ramai, sebagai desas-desus jang sangat menarik perhatian. Pada sesuatu ketika datanglah orang ber-dujun² kepantai A. untuk melihat sendiri ikan jang sangat digembar-gemborkan ita. Dengan penuh harapan tiap² orang menindjau keluu, memperhatikan tiap² gelombang jang agak luar