Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/102

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

 „Demokrasi Barat”, maupun „ideologi Timur” alias „Komunisme” bukanlah dasar sebaiknja bagi Indonesia. Dengan tambahan pernjataan² kemudian seperti: „demokrasi a la Indonesia”, atau „Sosialisme & a la Indonesia” dsb., maka djelaslah, hahwa „Demokrasi Terpimpin”, „politik bebas”. dil. itu adalah pernjataan” dari kehendak untuk mentjari dasar sendiri, dasar jang sesuai dengan djiwa bangsa Indonesia.

 „Mentjari” dikatakan disini, karena belumlah dapat dikatakan dasar itu sudah diketemukan.

 Kia dalam usaha pembangunan sekarang ini haru sampai pada taraf mentjari-mentjari sesuatu jang penting ialah tidak lain dari pada dasar dari pada manusia Indonesja. Berhubung dengan taraf jang baru kita Ijapai sekarang itu, maka bukankah pada tempatnja kalau kita memberi perhatian sepenuhnja kepada buah pikiran kawan² kita seperdjungan dari Taman Siswa itu, seperti diikrarkan oleh Ki Hadjar Dewantorc dalam Demokrasi dan Leiderschap"nja?

Satu tjatatan.

 Karangan ini hendak diachiri dengan satu tjatatan. jang ditudjukan baik pada „Demokrasi dan Leiderschap”. maupun pada „Demokrasi Terpimpin”.

 Tadi telah dikemukakan, bahwa baik „Demokrasi dan Leiderschap” maupun „Demokrasi Terpimpin” tidak tjondang dengan ,Domokrasi„ atau seperti ditegaskan „Demokrasi a la Barat”.

 Diterangkan pula, bahwa dibelakang „Demokrasi” itu terdapat suatu fikiran, suatu filsafat tersendiri. Fikiran atau filsafat ini ternjata berlainan dari pada fikiran atau filsafat jang terdapat dibelakang „Demokrasi dan Leiderschap” dan nampaknja djuga dari „Domokrasi Terpimpin”,

 Kalau demikian halnja, maka apa sebabnja, apa perlunja, apa alasannja kita masih mempergunakan istilah „demokrasi” dalam pemberian nama dari pada apa jang kita tjita²kan itu? Tidakkah ada atau dapat disusun istilah sendiri untuk ini?

(Dari: Star Weekly, 14 Nop. 1959).


  • ) Maurico Cransion seorang penulis Inggris, dalam bukunja „The Essence of Democracy” menjangkal bahwa demokrasi adalah pemerintahan herdasarkan ade suara, setengah ditambah satu, Demokrasi hukanlah pemerintahan dari suatu majoritet jang permanent. Dalam hal opini tidak ada majoritet jang permanent. Opini bisa dirobah, dipengaruhi oleh opini lala. Jang terpenting dalam demokrasi bukanlah saat pemungutan Suara, akan tetapi apa jang mendahuluinja: dialog didalam parlemen. Parlemen bukan tempat adu tenaga, adu suara, tapi tempat bermusjawarat. Parlement asal-usulnja alah parlement-parlement dalam bahasa Perantjis kuno, dan berarti menjatakan pendapat (speak the mind). Kalau demokrasi adalah pemerintahan majoritet, sehingga minoritet tak didengar, maka ini bukan demokrasi lagi, melainkan tirani, sekalipun ia memakai badju demokrasi. Dalam dialog tersebut diatas minoritet mendapat kesempatan untuk mempengaruhi, san bah pendapat majoritet, mejakinkan tentang pantasnja pendapat minoritet itu. Tapi kalau partai² jang menguasai suasa sebelum diadakan dialog itu sudah menentukan suatu keputusan jang tidak akan dirobah dalam dialog jang masih akan menjusul, maka ini bukan lagi demokrasi melainkan diktator. Red. S.W.