Halaman:Horison 05 1968.pdf/29

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca

Namun sesungguhnja tjobaan jang terberat adalah Nenek Bonaparte. Nenek itu sudah memutuskan untuk membuat Otilie gila atau pergi melarikan diri. Bila Otilie sedang memasak, nenek itu akan datang dan mengganggu, ditjobanja makanan itu dan bila ia tak senang, dimuntahkannja semua itu kembali diatas lantai jang baru disapu. Ja selalu mengotorkan ruangan itu, tempat tiduraja djuga, dan kambing itu disuruhnja tinggal didalam rumah, lalu apa sadja jang dipegangnja segera akan petjah atau patah. Dan pada Royal ia me- ngeluh bahwa seorang isteri jang tak tahu mengatur keberesan rumahnja sesungguh- nja tak ada gunanja. Nenek itu selalu ber- djalan-djalan kian kemari sepandjang hari dan matanja jang merah berair itu tak per- nar dipedjamkan. Namun jang membuat Otilie betul-betul marah, hingga mengan- tjam nenek itu, jalah kebiasanja untuk mentjubit Otilie keras-keras hingga bekas kukunja nampak dikulit. Dan Otilie ber- teriak, lakukan itu sekali lagi, nenek ke- parat, kalau kau berani, dan akan ku- ambil pisau itn untuk mengorek hatimu dari perutmu jang busuk itu. Nenek itu ketakutan, tetapi segera ia menemukan tja- ra-tjara baru untuk menjakiti hati Otilie; misalnja ia biasa berdjalan-djalan dikebun, diatas tanah jang ia tahu betul bahwa Otilie baru sadja menanaminja dengan bi- dji bunga-bungaan.

Pada suatu hari terdjadi dua hal jang penting dalam kehidupan Otilie. Jang per- tama jalah datangnja seorang anak dari kampung membawakan surat untuk Otilie; memang di Champus Elysées ia sering me- nerima kartupos bergambar dari kelasi- kelasi jang telah menikmati lajanannja di- kamarnja, namun ini adadah surat per- tama jang chusus dialamatkan ke- padanja. Karena ia tak tahu mem- batja pertama-tama ia ingin merobek sadja surat itu. Lalu difikirnja bahwa mungkin pada suatu saat kelak ia akan dapat beladjar membatja, lalu disimpannja surat itu dalam kerandjang djahitannja.

Ketika membuka kerandjang itulah ia mengalami kedjadian penting jang kedua. la menemukan sebuah kepala kutjing. jang rupanja telah dibunuh nenek tua itu dan dipotong kepalanja. Hem, rupanja nenek keparat itu punja akal baru lagi. fikir Otilie. Baik, akan kubalas dia, akan ku-buat dia tobat sampai mati. Dengan hati hati Otilie mengangkat kepala kutjing itu, lalu dimasukkannja kedalam sup jang se- dang dimasak dikuali. Disiang hari sehabis makan nenek Bonaparte mendjilat-djilat bibirja dan berkata bahwa sup jang di masak Otilie hari itu luar biasa enaknja.

Keesokan harinja Otilie membuka ke- randjang djahitannia akan menemukan se- ekor ular hidjan ketjil jang masih hidup. Dengan segera dipotongnja ular itu halus halus lalu dimasukkannja kedalam masak- an selada jang dalam kuali Selandjutnja tiap-tiap hari kepandaiannja diudji: ada labah-labah untuk digoreng, ada kadal untuk dipanggang, ada kaki musang un- tuk disajur, Nenek Bonaparte selalu ma- kan semua itu dengan rakusnja. Dengan matanja jang djuling ia mengikuti gerak- gerik Otilie untuk mengetahui apakah djeratnja sudah berhasil. Kau kelihatannja tidak begitu sehat, Otilie, katanja dengan suara asam. Kau makan sedikit sekali. Ini, Ambillah sup jang enak ini semangkuk. Mengapa kau tak mau ?

Karena, djawab Otilie, aku tak dojan kaki musang, atau laba2, atau panggang kadal, atau sajur kepala kutjing. Dan ne- nenek Bonaparte baru memahami semua- nja, dengan muka putjat dan lidah kelu, dan urat-urat darahnja menggelembung. ia bangkit dengan gemetar, lalu djatuh pingsan diatas medja. Sebelum hari malam ia meninggal.

Royal memanggil orang-orang jang akan berdukatjita. Mereka datang berombongan dari kampung-kampung sekitarnja, dan sambil meraung-raung seperti andjing dibulan terang mereka memenuhi rumah Royal. Nenek-nenek tua menumbukkan kepala mereka kedinding, orang-orang tua lainnja turut menangis. Tetapi semua itu hanjalah tjara menjatakan kesedihan mereka jang dibuat-buat, dan siapa jang paling pandai menirukan mimik orang berkabung sang it laku didaerah itu bila ada kematian. Sehabis upatjara penguburan pergilah orang-orang itu, dengan puas karena merasa telah menjelesaikan -tugas mereka dengan baik.

Kini rumah itu keseluruhannja mendjadi milik Otilie. Tanpa hadirnja nenek Bona- parte jang mengikutinja kesana kemari, jang membuat kotoran dimana-mana, dia djadi mempunjai waktu luang jang berle- bih-lebih. Otilie sering berguling-guling di- tempat tidur besar itu, atau duduk dimuka katja menghias diri. Kehidupan kosong ini membuatnja malas dan iapun lalu bernjanji-njanji, lagu jang sering didengar- nja dipiringan hitam di Champs Elysées. Bila ia dipetang hari menunggu kedatang- an Royal maka ia mengenangkan bahwa di Port-au-Prince kawan-kawannja pada saat ini sedang duduk-duduk diserambi muka; menanti kedatangan mobil salah seorang langganan. Tetapi segera setelah ia melihat Royal datang dari djauh, sam- bil menjandang sabitnja jang melengkung. hilanglah semua kerisauan hati Otilie dan berlarilah ia mendjemput suaminja dengan hati jang penuh kebahagiaan.

Pada suatu malam ketika mereka belum tidur Otilie merasa seperti ada seseorang lain dalam rumahnja. Kemudian dikaki tempat tidur itu dilihatnja, seperti dulu, sepasang mata jang melotot. Lalu tahulah ia bahwa nenek Bonaparte sudah mati namun belum pergi dari rumh itu. Dima- lam lain, ketika ia seorang diri dirumah, Otilie mendengar suara tertawa nenek itu. Kemudian diluar ia melihat kambingnja memandang sesuatu, jang tak tampak. La- lu kambing itu mengibas-ibaskan tanduk- nja, seperti dulu waktu nenek Bonaparte biasa membelainja,

Djangan bergerak-gerak djuga, geram Royal. Otilie, sambil berbisik bertanja apa- kah Royal tidak melihat mata itu? Ketika Royal mengatakan bahwa ia bermimpi Otilie segera menerkam mata itu dan memekik ka- rena tak ada apa-apa disitu, hanja udara hampa. Royal bangkit dan menjalakan lam- pu, dipeluknja Otilie sambil ia mendengar- kan Otilie mentjeritetakan semua jang di- lakukannja dengan binatang-binatang jang dimasukkan dalam kerandjang djahitnja. Bersalahkah aku, tanja Otílie. Royal ber- kata bahwa ia tak tahu, bukan dia jang harus menentukan itu. Namun ia berfikir bahwa Otilie wadjib dihukum karena itu. Karena nenek itu pasti tak puas kalau Otilie belum dihukum, dan akan terus mengikutinja kemana Otilie pergi. Begitu kebiasaan hantu disitu.

Dipagi harinja Royal mengambil seutas tali jang kuat dan pandjang dan berkata bahwa Otilie akan diikatnja pada pohon besar dimuka rumah sepandjang hari tanpa makan dan minum, dan setiap orang jang melihat akan tahu bahwa Otilie sedang me- lakukan hukuman jang hina sekali.

Tetapi Otilie bersembunji dibawah tem- pat tidur dan tak mau keluar. Aku akan lari, Royal, kalau kau mengikat aku djuga aku akan lari. Aku tak peduli, kata Royal, aku harus menangkapmu. Dan dipegangnja tumit Otilie lalu diseretnja Otilie dari ba- wah tidur. Disepandjang djalan dari rumah kepohon itu Otilie berusaha memegang apa sadja jang dilaluinja untuk mempertahan- kan dirinja: pintu, tangkai pohon jang merambat, tanduk kambing, namun semua itu harus dilepaskannja lagi karena Royal tetap menjeretnja. Diikatnja Otilie dipo- hon besar itu, dilingkarinja dengan tali sampai tiga kali dan dibuhulnja tali itu erat-earat. Kemudian barangkatlah Royal keladang ambil mengisap itu djarinja jang berdarah karena digigit Otilie. Otilie memakinja dengan segala kata-kata kotor jang dikenalnja, hingga Royal lenjap dibalik bukit. Ajam djantan, si Juno, kam- bing dan anak-anak ajam lain datang dan memandangi Otilie dengan keheran-heranan.

Karena ia hampir tertidur, maka Otilie mengira bahwa dirinja sedang bermimpi ketika dari djauh dilihatnja dua orang kawannja, Baby dan Rosita, dengan diantarkan seorang anak kampung, berdjalan menudju kepadanja, dengan mengenakan sepatu bertumit tinggi dan pajung ber-

HORISON/157