Halaman:Horison 05 1968.pdf/28

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca

ku, jang sedjuk dan tenang. Otilie, mau kah kau masuk kesitu dan mendiaminja?

Gila kau, kata Otilie, lalu berlari kentjang-kentjang diantara pohon-pohon kaju. Royal mengedjarnja, dan kedua belah tangannja mengembang seperti sedang memegang sebuah djala. Juno, ajam itu, menggelepar, berkokok dan terbang ketanah. Daun-daun jang gugur dan lumut mengge- litik telapak kaki Otilie ketika ia lari dibawah bajangan batang dan daun; tiba-tiba ia terdjatuh dilubang jang tertutup lumut asparagus, karena kakinja kena duri. Otilie mengaduh ketika Royal mentjabut duri itu, lalu Royal mentjium bekas duri itu. Tjiumannja terus naik ketangan Otilie, seluruh lengannja, lehernja, mukanja, dan Otilie merasa seperti ditimbuni daun-daun gugur dari langit. Ia mentjium bau peluh. Royal, bau pegunungan, bau tanah dihutan, bau pohon pohon jang baru bertunas.

Tjukup sekarang, keluhnja, tjukup. Na- mun ia tak merasa tjukup sesungguhnja, ia hanja merasa hatinja akan meledak setelah dipeluk oleh Royal selama satu djam lebih. Royal kini sudah tenang, ke- palanja jang berambut tebal terletak de- ngan damai diatas djantung Otilie, dan Otiliepun menghalau barisan semut jang se- dang menudju tempat Royal berbaring, dan iapun menghalau Juno jang berputar-putar disitu sambil berkokok kepada langit.

Sambil berbaring disana, Otilie melihat musuhnja jang dulu, lebah-lebah. Lebah- lebah ini beriring-iring diatas batang kaju lapuk jang tegak tak djauh dari tempat Otilie berbaring. Dengan pelahan ia mele- paskan diri dari pelukan Royal dan mem- bersihkan tanah didekatnja untuk meletak- kan kepala Royal. Dengan gemetar ia mengulurkan tangannja untuk menghalangi iringan lebah itu diatas batang kaju. Le- bah jang terdepan menubruk tangan Otilie, dan Olilie menggenggamnja. Ketika lebah itu berusaha untuk menjengat Otilie meng- hitung sampai sepuluh, untuk memastikan hatinja. Ketika genggamannja dibuka, le- bah itu dengan riang melontjat dan terbang berputar-putar diangkasa.

Pemilik Champs Elysées itu memberi nasehat kepada Baby dan Rosita: biarkan- lah Otilie sendiri, biarkanlah ia pergi, pa- ling lama dua minggu dan ia pasti kembali lagi kemari. Tetapi utjapannja ini dika- takan setelah ia sendiri tidak sanggup me- nahan Otilie, walaupun telah ditawarkan kamar terbaik pada Otilie, sebuah gigi emas, sebuah Kodak, sebuah kipas angin. Otilie tidak berubah pendapatnja. Ia tetap meneruskan pekerdjaannja mengemasi ba- rang-barangnja dalam sebuah kopor ka leng. Baby mentjoba membantu, tetapi ia menangis terus menerus hingga Otilie menghentikan segala usahanja: bukankah itu alamat tak baik, airmata diatas pakaian tjalon pengantin ? Dan pada Rosita Otilie berkata: Rosy, sesungguhnja kau harus bergembira atas kepergianku ini, dan bu- kannja tegak-tegak sadja disana sambil memeras tanganmu,

Dua hari sehabis sabungan ajam itu Royal datang dan memikul kopor kaleng Otilie, lalu pergilah mereka berdua menu- dju djalan dusun berdebu, menudju kepe- gunungan. Ketika tersiar kabar bahwa Otilie tidak lagi ada di Champs Elyscés, para langganan banjak jang memindahkan operasinja; lainnja lagi, walau tetap datang berkundjung tak ada seorangpun jang mau membelikan njonja-njonja itu segelas bir. Lama kelamaan mereka merasa djuga bahwa mungkin Otilie tak akan kembali lagi. Setelah enam bulan pemilik jang tua itu berkata: tak ada kemungkinan lain, Otilie, pasti sudah mati.

  • * *

Rumah Royal tegak bagaikan diselimuti seluruhnja oleh bunga-bunga: bunga- bunga jang merambat diatas atap, jang menutupi djendela, dan jang tumbuh dise- kitar pintu. Dari djendela kita dapat me- lihat djauh kepermukaan laut, karena le- tak rumah itu memang tinggi dipuntjak bukit: ciluar sinar matahari memantjar terik nan un didalam rumah itu sendiri dingin sekali rasanja. Dan dindingnja di- hiasi kertas koran jang ditempel, merah muda dar hidjau. Hanja ada satu bilik di situ,, jan; berisi sebuah kompor, sebuah tjermin diatas medja jang gojah, dan se- buah tempat tidur mewah dan besar, tju- kup untuk tiga orang jang gemuk badan- nja.

Tetapi Otilie bukannja tidur diatas tempat tidur raksasa ini. Ia bahkan tidak diperbolehkan duduk diatasnja, karena tempat tidur ini adalah milik nenek Royal Bonaparte Tua. Walaupun nenek itu sudah tua, kurus kering, bongkok dan berkaki bengkok, namun Bonaparte Tua didaerah itu ditakuti karena ia tahu meramal nasib orang. Banjak orang jang ketakutan untuk mengindjak bajangannja sadja, bahkan Royalpun takut akan dia, dan Royal gugup ketika mentjeriterakan kedatangan pengan- tinnja, Otilie dirumah itu. Nenek Bonaparte menjuruh Otilie mendekat, lalu ditjubitnja tubuh Otilie dibeberapa tempat, lalu ia memberitahukan tjutjunja bahwa isterinja terlalu kurus, ia akan mati setelah mela- hirkan anaknja jang pertama kelak.

Setiap malam sepasang mempelai itu harus menunggu dulu sampai dikiranja nenek itu tertidur, barulah mereka mulai bertjumbuan. Kadang-kadang, sambil ber- baring diatas tikar tempat mereka tidur, Otilie merasa bahwa dalam kegelapan itu nenek Bonaparte tidak tidur, dan terus mengawasi mereka. Mengeluh kepada Royal tak ada gunanja, karena Royal hanja tertawa gelak-gelak; apa salahnja ne- nek tua jang sudah banjak pengalaman itu kalau ingin melihat pengalaman se- kali lagi?

Karena tjintanja kepada Royal, Otilie mengesampingkan ketakutannja dan men- tjoba untuk tidak menampakkan kebentji- annja terhadap Nenek itu. Ia sesungguhnja merasa bahagia sekarang, dan tak pernah ia merindukan kawan-kawannja di Port-au- Prince. Namun ia tetap menjimpan benda- benda jang didapatnja dahulu, sebagai ke- nang-kenangan. Baby memberinja sebuah kerandjang djahitan sebagai tanda mata perkawinannja, dan dengan ini Otilie men- djahit badju dan kaus kakinja daripada sutera, jang tak pernah dipakai selama ini, karena tak ada tempat maupun kesempatan untuk memakainja dikampung itu. Jang dapat berkumpul dan bertamu dicafee hanjalah kaum laki-laki. Bilamana kaum wanita ingin berdjumpa satu sama lain, mereka datang ditempat mentjutji umum, ditepi sungai. Tetapi Otilie terlalu sibuk untuk merasa kesepian. Dipagi hari ia mengumpulkan dahan batang tjemara un- tuk memasak air; lalu ajam-ajam harus diberi makan. Dan kambing harus diperah susunja, lalu Nenek itu jang selalu me- rengek minta perhatian chusus dari pada- nja. Dua atau tiga kali sehari Otilie pergi keladang tebu tempat Royal bekerdja di- bawah bukit, sambil membawa air minum.

Pada kundjungan begini Otilie tidak per- duli kalau Royal bersikap kasar terhadap- nja, karena ia sadar bahwa suaminja hanja akan menjombongkan diri sadja dihadapan kawan-kawannja, jang setiap kali melihat Otilie selalu tertawa lebar matjam semang- ka jang dibelah melintang. Tetapi dimalam harinja Otilie lalu menarik telinga Royal dan bersungut-sungut karena suaminja itu telah memperlakukannja seperti andjing, hingga nanti, dikegelapan malam itu, Royal memeluknja dan membisikkan kata-kata jang dapat membuat Otilie tersenjum lagi.

Setelah lima bulan kawin Royal mulai mengerdjakan kembali hal-hal jang biasa dilakukannja sebelum ia kawin dulu. Laki- laki lain pergi kekafe tiap malam, dan di- hari Minggu sepandjang hari melihat sa- bungan ajam, ia tak mengerti mengapa Otilie harus gusar karenanja. Namun Otilie bersikeras dan mengatakan bahwa kalau Royal tjinta padanja maka ia tak akan sampai hati meninggalkan isterinja sepan- djang hari, hanja ditemani perempuan tua kedjam itu .Aku tjinta padamu, kata Royal, tapi kaki-laki kan harus mempunjai kese- nangannja djuga. Sering dimalam hari ia tidak dirumah, dan Otilie tak pernah tahu pukul berapa ia akan pulang. Bulan su- dah naik ketengah puntjak langit, dan Otilie tetap berbaring seorang diri diatas tikar, dan berkata bahwa tanpa pelukan Royal ia tak akan dapat tidur lelap.


HORISON/156